,
Diposting oleh
LSDBPS
|
0
komentar
ADBMI DAN KOSLATA GELAR DISKUSI PENGUATAN JARINGAN KAPASITAS PTK MAHNETIK
Sumbawa-NTB, Advokasi Buruh Migran Lombok Timur (ADBMI LOTIM) dan
Koslata Sumbawa menggelar Diskusi penguatan kapasitas jaringan Pusat Teknologi
Komunitas (PTK) Rumah Internet TKI (Mahnetik), sekaligus menyusun rancangan
Sistem Aplikasi pemantauan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta
(PPTKIS) di Aula Kantor Bupati Sumbawa pada 5-6 November 2013. Peserta yang hadir
pada Acara tersebut, Paralegal dan pendamping masing-masing 2 orang dari ADBMI
LOTIM dan Koslata Sumbawa. Selain itu, turut hadir perwakilan Dinas Tenaga Kerja
dan Transimigrasi (Disnakertrans) Provinsi dan Kabupaten, Balai
Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Mataram, dan difasilitasi oleh tim dari Infest Jogja.
Penyusunan rancangan sistem aplikasi pemantauan PPTKIS bertujuan
mempermudah penilaian Kinerja PPTKIS
dalam merekrut, memberangkatkan, dan menempatkan Buruh Migran Indonesia (BMI)
di negera tujuan. Menurut salah satu peserta dari Disnakertrans Kabupaten
Lombok Timur, Saipul Wathan (38),
pengembangan sistem pemantauan yang berbasis web sangat baik karena
dengan didukung internet yang memungkin BMI dan Calon BMI dengan mudah dan
cepat dalam mengakses informasi terkait kinerja PPTKIS.
“Mengembangkan sistem aplikasi
berbasis web seperti ini sangat bagus sekali, karena dengan dukungan internet
BMI dan Calon BMI dengan mudah dan cepat mengakses informasi terkait dengan
kinerja PPTKIS di Indonesia, namun harus ada juga kajian hokum untuk
mengantisipasi jebakan-jebakan pasal karet tentang pencemaran nama baik di UU ITE.”
ungkap Wathan.
Harapan kita setelah sistem aplikasi
ini diterapkan, Masyarakat lebih mudah dan cepat mengetahui informasi dan bisa menilai
kinerja PPTKIS, sehingga bisa mengurangi angka penipuan terhadap calon BMI. Melalui
sistem pemantauan PPTKIS calon BMI bisa lebih tenang karena membaca ulasan dari
BMI lain yang sudah diberangkatkan PPTKIS yang bersangkutan.
,
Diposting oleh
LSDBPS
|
0
komentar
Kisah Mahasiswa yang Menjadi BMI
Kisah pilu kembali tergores dari pengalaman seoranag perempuan muda mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), yang berasal dari desa pelosok diwilayah semarang Jawa Tengah. Namanya Novi Kurniasih. ia dibesarkan dari keluarga sederhana. Ibu Novi hanyalah petani, sedangkan sang bapak adalah pekerja lepas yang tekun dan ulung. Novi bercita-cita ingin melanjutkan belajar hingga tingkat Universitas. hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan keadaan desanya yang menganggap dunia perkuliahan adalah sesuatu yang terlalu mewah, sehingga kebanyakan masyarakat tidak mengenal dunia pendidikan kaum elit itu.
Optimisme Novi tak pernah luntur hanya karena paradigma lingkungannya. Ia
mengambil studi di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang, dengan jadwal
kuliah dilakukan pada malam hari. Pagi harinya, Novi mencoba mencari pekerjaan
untuk biaya kuliah. Sayangnya, rencana tersebut tak semulus yang diimpikan.
Pekerjaan sangat susah untuk didapat. Padahal ia telah berusaha melamar menjadi
pegawai di pabrik-pabrik, menjadi penjaga kios di pasar, bahkan melamar menjadi
seorang pembantu pun tetap
belum ada yang menerima.
Alhasil, Novi memutuskan untuk cuti kuliah dan merantau menjadi TKI. Pada
pertengahan tahun 2006, dirinya mendaftarkan diri menjadi calon TKI di suatu
agen. Setelah kurang lebih enam bulan bekerja di Taiwan, pengalaman pahit
menghampiri gadis tangguh ini. Novi dianiaya oleh keluarga majikan. Tak hanya
itu, job yang ditandatangani sebelum berangkat rupanya tidak sesuai
dengan kondisi kerja di lapangan. “Saya disuruh bekerja dengan jam kerja yang
sangat banyak. Saya juga pernah dipukul, didorong dari tangga, hingga disekap
selama empat hari oleh agensi di luar negeri,” tutur Novi sebelum akhirnya
dipulangkan di Indonesia.
Kepulangan Novi dan beberapa temannya ke Indonesia pun, ternyata menyisakan
kepedihan yang luar biasa. “Kami pulang dalam keadaan depresi berat. Sempat
dirawat juga di panti rehabilitasi wilayah Magelang selama lebih dari dua
bulan, hingga tidak bisa bicara dan badan kaku terlentang di tempat tidur,”
imbuh Novi, yang mengaku bisa mengingat kejadian keji itu dalam keadaan yang
tak berdaya.
Lepas dari jeratan nestapa, Novi pun bangkit dan menjadi salah seorang
pegiat buruh migran di Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) wilayah Semarang.
Dirinya juga memiliki cita-cita mulia untuk membuat yayasan yatim piatu dan
cacat ganda. Cita-cita tersebut, dimulai Novi dengan mendirikan sebuah lembaga
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang diberi nama PAUD Merah Putih. Selain aktif sebagai
anggota divisi media untuk kegiatan sosial di SBMI , ia juga sedang menekuni
sebuah usaha yang dijalankan di Kampus Universitas Negeri Semarang.