Pages

,
|

Undang Undang 39 tahun 2004 ttg PPTKLN



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR  39 TAHUN 2004
TENTANG PENEMPATAN  DAN  PERLINDUNGAN

TENAGA KERJA INDONESIA  DI  LUAR NEGERI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
 


Menimbang :  a.  bahwa  bekerja  merupakan  hak  asasi  manusia  yang  wajib  dijunjung tinggi, dihormati, dan dijamin penegakannya;

b.  bahwa setia tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk  memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak,  baik  di  dalam  maupun di  luar negeri  sesuai  dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan;
c. bahwa  tenaga  kerja  Indonesia  di  luar  negeri  sering  dijadikan  obyek perdagangan manusia,  termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan mertabat menusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia;

d.  bahwa   negara   wajib   menjamin   dan   melindungi   hak   asasi   warga negaranya yang bekerja baik di dalam maupun di luar negeri berdasar- kan prinsip persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi, dan anti perdagangan manusia;

e.  bahawa penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri merupakan suatu upaya untuk  mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang  pelaksanaannya  dilakukan  dengan  tetap  memperhatikan  harkat, martabat, hak asasi manusia dan perlindungan hukum serta pemerataan kesempatan  kerja  dan  penyediaan  tenaga  kerja  yang  sesuai  dengan hukum nasional;

f.    bahwa penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri perlu dilakukan secara terpadu antara  instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah dan peran serta masyarakat dalam suatu system hukum guna melindungi tenaga kerja Indonesia yang ditempatkan di luar negeri;

g.  bahwa peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang ada belum mengatur secara  memadai, tegas, dan terperinci mengenai penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri;

h.  bahwa   dalam    Undang-Undang   Nomor   13    Tahun   2003   tentang Ketenagakerjaan dinyatakan penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri diatur dengan undang-undang;

i.    bahwa berdasarkan petimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, furuf e, furuf f, huruf g, dan huruf h, perlu mem- bentuk undang-undang tentang Penempatan dan  Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri;

Mengingat   :
  1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 D ayat (1) dan ayat(2), Pasal 28 E ayat (1) dan ayat (3), Pasal 29 Undang-undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945;
  2.  Undang-Undang   Nomor   13   Tahun   2003   tentang   Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279); 
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
Menetapkan :   UNDANG-UNDANG TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN
TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI.

BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut dengan TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.
  2. Calon Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut calon TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi  syarat sebagi pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota  yang  bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
  3. Penempatan TKI adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI sesuai bakat, minat,  dan  kemampuannya   dengan  pemberi  kerja  di  luar  negeri  yang  meliputi keseluruhan  proses  perekrutan,  pengurus  dokumen,   pendidikan  dan  pelatihan, penampungan,  persiapan  pemberangkatan,  pemberangkatan  sampai  ke  negara tujuan, dan pemulangan dari Negara tujuan.
  4. Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam  mewujudkan  terjaminnya  pemenuhan  hak-haknya  sesuai  dengan  peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja.
  5. Pelaksanan penempatan TKI swasta adalah badan hukum yang telah memperoleh izin tertulis dari Pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan TKI di luar negeri.
  6. Mitra usaha adalah instansi atau badan usaha berbentuk badan hukum di negera tujuan yang bertanggung jawab menempatkan TKI pada pengguna
  7. Pengguna  Jasa  TKI  yang  selanjutnya  disebut  dengan  Pengguna  adalah  instansi Pemerintah,  Badan    Hukum    Pemerintah, Badan  Hukum Swasta,  dan/atau Perseorangan di negara tujuan yang mempekerjakan TKI.
  8. Perjanjian  Kerja  Sama  Penempatan  adalah  perjanjian  tertulis  antara  pelaksana penempatan TKI swasta dengan mitra Usaha atau Pengguna yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam rangka penempatan serta perlindungan TKI di negara tujuan.
  9. Perjanjian Penempatan TKI adalah perjanjian tertulis antara pelaksana penempatan TKI swasta dengan calon TKI yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam rangka penempatan TKI di negara tujuan sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
  10. Perjanjian Kerja adalah perjanjian tertulis antara TKI dengan Pengguna yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban masing-masing pihak.
  11.  Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri yang selanjutnya disebut dengan KTKLN adalah kartu identitas bagi TKI yang memenuhi persyaratan dan prosedur untuk bekerja di luar negeri.
  12. Visa Kerja adalah izin  tertulis  yang diberikan  oleh pejabat  yang berwenang pada perwakilan  suatu  negara  yang  memuat  persetujuan  untuk  masuk  dan  melakukan pekerjaan di negara yang bersangkutan.
  13. Surat Izin Pelaksana Penempatan TKI yang selanjutnya disebut SIPPTKI adalah izin tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Perusahaan yang akan menjadi pelaksana penempatan TKI swasta.
  14. Surat  Izin  Pengerahan  yang  selanjutnya  disebut  SIP  adalah  izin  yang  diberikan Pemerintah kepada pelaksana penempatan TKI swasta untuk merekrut calon TKI dari daerah  tertentu  untuk  jabatan  tertentu,  dan  untuk  dipekerjakan  kepada  calon Pengguna tertentu dalam jangka waktu tertentu.
  15. Orang adalah pihak orang perseorangan atau badan hukum.
  16. Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indoensia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri.
  17. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 2

Penempatan dan perlindungan calon TKI/TKI berasaskan keterpaduan, persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial,  kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi, serta anti perdagangan manusia.

                                                                           Pasal 3

Penempatan dan perlindungan calon TKI/TKI bertujuan untuk :

a.     memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawai; b.     menjamin dan melindungi calon TKI/TKI  sejak  di dalam  negari,  di  negara tujuan, sampai                         kembali ke tempat asal di Indonesia;
c.     meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya.

Pasal 4

Orang perseorangan dilarang menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri.

BAB II
TUGAS, TANGGUNG JAWAB, DAN KEWAJIBAN PEMERINTAH

Pasal 5
  1. Pemerintah     bertugas    mengatur,    membina,    melaksanakan,    dan    mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.
  2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat melimpahkan sebagi  wewenangnya dan /atau tugas perbantuan kepada pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 6

Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan upaya perlindungan TKI di luar negeri.

Pasal 7

Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Pemerintah berkewajiban :

a.     menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang bersangkutan berangkat                                       melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri;
b.     mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI;
c.     membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri; d.     melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI
        secara optimal di negara tujuan; dan
e.     memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelumnya pemberangkatan,                           masa  penempatan,dan masa purna penempatan.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN TKI Pasal 8

Setiap calon TKI mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk :

a.     bekerja di luar negeri;
b.     memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI di
        luar negeri;
c.     memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri;
d.     memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinannya serta kesempatan untuk menjalankan
       ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya.
e.     memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan.
f.      memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya
        sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan;
g.     memperoleh  jaminan  perlindungan  hukum  sesuai  dengan  peraturan  perundang- undangan  atas
        tindakan  yang  dapat  merendahkan  harkat  dan  martabatnya  serta pelanggaran  atas  hak-hak  yang
       ditetapkan  sesuai  dengan  peraturan  perundang- undangan selama penempatan di luar negeri;
h.     memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan TKI ke tempat asal;
i.       memperoleh naskah perjanjian kerja yang asli.

 Setiap calon TKI/TKI mempunyai kewajiban untuk :

a.  mentaati peraturan perundang-undangan baik di dalam negeri maupun di negara tujuan; b.  menaati dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian kerja;
c.  membayar biaya pelayanan penempatan TKI di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang undangan;
    dan
d.  memberitahukan atau melaporkan kedatangan keberadaan dan kepulangan TKI kepada Perwakilan 
     Republik Indonesia di negara tujuan. 

BAB IV
PELAKSANAAN  PENEMPATAN TKI DI LUAR NEGERI Pasal 10

Pelaksanaan penempatan TKI di luar negeri terdiri dari :

a. Pemerintah;
b. Pelaksanaan penempatan TKI swasta.

Pasal 11
  1. Penempatan TKI di luar negeri oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10  huruf  a,  hanya  dapat  dilakukan  atas  dasar  perjanjian  secara  tertulis  antara Pemerintah  dengan  pemerintah  negara  Pengguna  TKI  atau  Pengguna  berbadan hukum di negara tujuan.
  2. Ketentuan  mengenai  tata  cara  pelaksanaan  penempatan  TKI  oleh  Pemerintah sebagaimana                          dimaksud   pada   ayat   (1),   diatur   lebih   lanjut    dengan   Peraturan Pemerintah.
Pasal 12

Perusahaan   yang   akan   menjadi   pelaksana   penempatan   TKI   swasta   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b wajib mendapat izin tertulis berupa SIPPTKI dari Menteri.

Pasal 13
  1. Untuk dapat memperoleh SIPPTKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, pelaksana penempatan TKI swasta harus memenuhi persyaratan :
                a.  berbentuk  badan  hukum  perseroan  terbatas  (PT)  yang  didirikan  berdasarkan peraturan
                     perundangan-undangan;
               b.  memiliki modal disetor yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan, sekurang-kurangnya
                    sebesar Rp.3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah)
              c. menyetor uang kepada bank sebagai jaminan dalam bentuk deposito sebesar Rp.500.000.000,-
                 (lima ratus juta rupiah) pada bank pemerintah;
              d.  memiliki rencana kerja penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri sekurang- kurangnya
                 untuk kurun waktu 3 (tiga) tahun berjalan;
              e.  memiliki unit pelatihan kerja; dan
              f.    memiliki sarana dan prasarana pelayanan penempatan TKI
 .2. Sesuai  dengan  perkembangan  keadaan,  besarnya  modal  disetor  sebagaimana dimaksud pada ayat
      (1) huruf b  dan jaminan dalam bentuk deposito sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dapat
      ditinjau kembali dan diubah dengan Peraturan Menteri.
  3. Ketentuan mengenai penyusunan rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dan
     bentuk serta standar  yang harus dipenuhi untuk sarana dan prasarana pelayanan penempatan TKI  
     sebagaimana dimaksud pad ayat (1) huruf f, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 14

  1. Izin untuk melaksanakan penempatan TKI di luar negeri diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang setiap 5 (lima) tahun sekali;
  2. Perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada pelaksana penempatan TKI swasta selain harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
              a.   telah melaksanakan kewajibannya untuk memberikan laporan secara periodik kepada Menteri;
              b.   telah melaksanakan penempatan sekurang-kurangnya 75% (tujuh puluh lima persen) dari
                    rencana penempatan pada waktu memperoleh SIPPTKI;
              c.    masih memiliki sarana dan prasarana yang sesuai dengan standar yang ditetapkan;
              d.   memiliki neraca keuangan selama 2 (dua) tahun terakhir tidak mengalami kerugian yang diaudit
                    akutansi publik; dan
              e.   tidak dalam kondisi diskors.
Pasal 15

Tata cara pemberian dan perpanjangan SIPPTKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 16

Deposito hanya dapat  dicairkan dalam  hal pelaksanaan penempatan TKI swasta tidak memenhi  kewajiban  terhadap   calon  TKI/TKI  sebagaimana  telah  diperjanjikan  dalam perjanjian penempatan.

Pasal 17
  1. Pelaksanaan penempatan TKI swasta wajib menambah biaya keperluan penyelesaian perselisihan  atau  sengketa  calon  TKI/TKI  apabila  deposito  yang  digunakan  tidak mencukupi.
  2. Pemerintah  mengembalikan  deposito  kepada  pelaksanan  penempatan  TKI  swasta apabila masa berlaku SIPPTKI telah berakhir dan tidak diperpanjang lagi atau SIPPTKI dicabut.
  3. Ketentuan mengenai penyetoran, penggunaan, pencairan, dan pengembalian deposito sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dan  ayat  (2),  diatur  lebih  lanjut  dengan Peraturan menteri.
Pasal 18
  1. Menteri dapat mencabut SIPPTKI apabila pelaksana penempatan TKI swasta :
a.  tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, atau
                     b.  tidak  melaksanakan  kewajiban  dan  tanggung  jawabnya  dan/atau  melanggar larangan
                           dalam penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri yang diatur dalam undang-undang
                           ini.
   2.  Pencabutan  SIPPTKI  oleh  Menteri  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),  tidak mengurangi
        tanggung jawab  pelaksana penempatan TKI swasta terhadap TKI yang telah ditempatkan dan masih
        berada diluar negeri.
   3. Tata cara pencabutan SIPPTKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan 
        Peraturan Menteri. 
Pasal 19
Pelaksanaan  penempatan  TKI  swasta  dilarang  mengalihkan  atau  memindahtangankan SIPPTKI kepada pihak lain.
Pasal 20

  1. Untuk mewakili kepentingannya, pelaksana penempatan TKI swasta wajib mempunyai perwakilan di negara TKI ditempatkan.
  2. Perwakilan pelaksana penempatan TKI swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus berbadan hukum yang dibentuk berdasarkan hukum yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan di negara tujuan.
Pasal 21
  1. Pelaksana penempatan TKI swasta dapat membentuk kantor cabang di daerah diluar wilayah domisili kantor pusatnya.
  2. Kegiatan  yang  dilakukan  oleh  kantor  cabang  pelaksana  penempatan  TKI  swasta sebagaimana  dimaksud  pada   ayat  (1),  menjadi  tanggung  jawab  kantor  pusat pelaksana penampatan TKI swasta.
  3. Ketentuan mengenai tata cara pembentukan kantor cabang pelaksana penempatan TKI swata sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dan ayat  (2),  diatur  lebih  lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 22
Pelaksana penempatan TKI swasta hanya dapat memberikan kewenangan kepada kantor cabang untuk :
a.   melakukan penyuluhan dan pendataan calon TKI;
b.   melakukan pendaftaran dan seleksi calon TKI;
c.   menyelesaikan kasus calon TKI/TKI pada pra atau purna penempatan; dan
d.   menandatangani  perjanjian  penempatan  dengan  calon  TKI  atas  nama  pelaksana
Penempatan TKI swasta.

Pasal 23
Seluruh kegiatan yang dilakukan oleh kantor cabang pelaksana penempatan TKI swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, menjadi tanggungjawab kantor pusat pelaksana penempatan TKI swasta.

Pasal 24
(1)    Penempatan TKI pada Pengguna perseorangan harus melalui Mitra Usaha di negara tujuan
(2)    Mitra Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbentuk badan hukum yang
         didirikan sesuai dengan peraturan perundangan di negara tujuan.

Pasal 25
  1. Perwakilan  Republik  Indonesia  melakukan  penilaian  terhadap  Mitra  Usaha  danPengguna sebagaimana dimaksud dalam pasal 24.
  2. Hasil penilaian terhadap Mitra Usaha dan Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat  (1)  digunakan  sebagai  pertimbangan  Perwakilan  Republik  Indonesia  dalam memberikan persetujuan atas dokumen yang dipersyaratkan dalam penempatan TKI di luar negeri.
  3. Berdasarkan  hasil  penilaian  terhadap  Mitra  Usaha  dan  Pengguna  sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perwakilan Republik Indonesia menetapkan Mitra Usaha dan Pengguna yang bermasalah dalam daftar Mitra Usaha dan Pengguna bermasalah.
  4. Pemerintah mengumumkan daftar  Mitra Usaha dan Pengguna bermasalah secara periodik setiap 3 (tiga) bulan.
  5. Ketentuan mengenai tata cara penilaian dan penetapan Mitra Usaha dan Pengguna baik bermasalah maupun tidak bermasalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 26
  1. Selain oleh Pemerintah dan pelaksana penempatan TKI swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, perusahaan dapat menempatkan TKI di luar negeri, untuk kepentingan perusahaan sendiri atas izin tertulis dari Menteri.
  2. Penempatan TKI di luar negeri untuk kepentingan perusahaan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan :
 a.  perusahaan yang bersangkutan harus berbadan hukum yang dibentuk berdasarkan hukum Indonesia.
b.  TKI yang ditempatkan merupakan pekerja perusahaan itu sendiri
c. perusahaan memiliki bukti hubungan kepemilikan atau perjanjian pekerja yang diketahui oleh Perwakilan
     Republik Indonesia.
d.  TKI telah memiliki perjanjian kerja.
e.  TKI telah di kutsertakan dalam program jaminan sosial tenaga kerja dan/atau memiliki polis asuransi; dan
f. TKI yang ditempatkan wajib memiliki KTKLN.

3. Ketentuan mengenai penempatan TKI di luar negeri untuk kepentingan perusahaan sendiri sebagaimana 
    dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
BAB V
TATA CARA PENEMPATAN
Bagian Pertama
Umum

Pasal 27
  1. Penempatan  TKI  di  luar  negeri  hanya  dapat  dilakukan  ke  negara  tujuan  yang pemerintahnya   telah   membuat   perjanjian   tertulis   dengan   Pemerintah   Republik Indonesia atau tenaga kerja asing. 
  2. Berdasarkan   pertimbangan   sebagaimana   dimaksud    pada   ayat    (1)    dan/atau pertimbangan keamana Pemerintah menetapkan negara-negara tertentu tertutup bagi penempatan TKI dengan Peraturan Menteri.
Pasal 28
Penempatan TKI pada pekerjaan dan jabatan tertentu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 29
  1. Penempatan calon TKI/TKI di luar negeri diarahkan pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, ketrampilan, bakat, minat dan kemampuan.
  2. Penempatan  calon  TKI/TKI  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dilaksanakan dengan memperhatikan harkat,  martabat, hak azazi manusia, perlindungan hukum, pemerataan kesempatan kerja, dan ketersediaan tenaga kerja dengan mengutamakan kepentingan nasional.
Pasal 30

Setiap orang dilarang menempatkan calon TKI/TKI pada jabatan dan tempat pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma kesusilaan serta peraturan perundang-undangan, baik di Indonesia maupun di negara  tujuan atau di negara tujuan yang telah dinyatakan tertutup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
Bagian Kedua
Pra Penempatan TKI Pasal 31

Kegiatan pra penempatan TKI di luar negeri meliputi :
a.  pengurusan SIP;
b.  perekrutan dan seleksi;
c. pendidikan dan pelatihan kerja;
d.  pemeriksaan kesehatan dan psikologi;
e.  pengurusan dokumen;
f.    uji kompetensi;
g.  pembekalan akhir pemberangkatan (PAP); dan h.  pemberangkatan.


Paragraf 1

Surat Izin Pengerahan

Pasal 32
  1. Pelaksana penempatan TKI swasta yang akan melakukan perekrutan wajib memiliki SIP dari Menteri.
  2.  a.    perjanjian kerjasama penempatan;b.   surat permintaan TKI dari Pengguna;                                 c.    rancangan perjanjian penempatan; dan d.       rancangan perjanjian kerja.
  3. Surat  permintaan  TKI  dari  Pengguna  perjanjian  kerja  sama  penempatan  ,  dan rancangan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d harus memperoleh persetujuan dari pejabat yang berwenang pada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.
  4. Tata cara penerbitan SIP diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 33
Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang mengalihkan atau memindahkan SIP kepada pihak lain untuk melakukan perekrutan calon TKI.
Paragraf 2
Perekrutan  dan Seleksi
Pasal 34

  1. Proses perekrutan didahuli dengan memberikan informasi kepada calon TKI sekurang- kurangnya tentang :a.   tata cara perekrutan; b.   dokumen yang diperlukan; c.    hak dan kewajiban calon TKI/TKI;  d.   situasi, kondisi, dan resiko di negara tujuan; dan e.   tata cara perlindungan bagi TKI.
  2. Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara lengkap dan benar.
  3. Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), wajib mendapatkan persetujuan  dari  instansi  yang  bertanggungjawab  di  bidang  ketenagakerjaan  dan disampaikan oleh pelaksana penempatan TKI swasta.
Pasal 35
Perekrutan calon TKI oleh pelaksana penempatan TKI swasta wajib dilakukan terhadap calon TKI yang telah memenuhi persyaratan :
a.    berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun kecuali bagi calon TKI yang akan dipekerjakan
        pada Pengguna perseorangan sekurang-kurangnya berusia 21 (dua puluh satu) tahun;
b.    sehat jasmani dan rohani;
c.    tidak dalam keadaan hamil bagi calon tenaga kerja perempuan; dan
d.    berpendidikan sekurang-kurangnya lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
       atau yang sederajat.
Pasal 36
  1. Pencari  kerja  yang  berminat  bekerja  ke  luar  negeri  harus  terdaftar  pada  instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
  2. Pendaftaran pencari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri
Pasal 37

Perekrutan  dilakukan  oleh  pelaksana  penempatan  TKI  swasta  dan  pencari  kerja  yang terdaftar  pada  instansi  pemerintah  kabupaten/kota  yang  bertanggung  jawab  di  bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1).
Pasal 38
  1. Pelaksana   Penempatan   TKI    swasta    membuat   dan   mendatangani   perjanjian penempatan  dengan  pencari  kerja  yang  telah  dinyatakan  memenuhi  persyaratan administrasi dalam proses perekrutan.
  2. Perjanjian penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketahui oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota.
Pasal 39
Segala  biaya  yang  diperlukan  dalam  kegiatan  perekrutan  calon  TKI  dibebankan  dan menjadi tanggung jawab pelaksana TKI swasta.
Pasal 40
Ketentuan mengenai tata cara perekrutan calon TKI, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 3

Pendidikan  dan Pelatihan Kerja
Pasal 41

  1. Calon TKI wajib memiliki sertfikat kompetensi kerja sesuai dengan persyaratan jabatan: 
  2. Dalam hal TKI belum memiliki kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pelaksana penempatan TKI swasta wajib melakukan penddikan dan pelatihan sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan.

Pasal 42
  1. Calon TKI berhak mendapat pendidikan dan pelatihan kerja sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan.
  2. Pendidikan dan pelatihan kerja bagi calon TKI sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk :
a.   membekali, menempatkan dan mengembangkan kompetensi kerja calon TKI;
b.   memberi pengetahuan dan pemahaman tentang situasi, kondisi, adat istiadat, budaya agama, dan risiko
      bekerja di luar negeri;
c.    membekali kemampuan berkomunikasi dalam bahas negara tujuan; dan
d.   memberi pengetahuan dan pemahaman tentang hak dan kewajiban calon TKI/TKI

Pasal 43
  1. Pendidikan dan pelatihan kerja dilaksanakan oleh pelaksana penempatan tenaga kerja swasta atau lembaga pelatihan kerja yang telah memenuhi persyaratan.
  2. Pendidikan  dan  pelatihan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  harus  memenuhi persyaratan sesuai dengan  peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan kerja.
Pasal 44
Calon TKI memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pendidikan dan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, dalam bentuk sertifikat kompetensi dari lembaga pendidikan dan pelatihan  yang  telah  terakreditasi  oleh  instansi  yang  berwenang  apabila  lulus  dalam sertifikasi kompetensi kerja.

Pasal 45
Pelaksana  penempatan  TKI  swasta  dilarang  menempatkan  calon  TKI  yang  tidak  lulus dalam uji kompetensi kerja.
 

Pasal 46
Calon TKI yang sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan silarang untuk dipekerjakan.

Pasal 47
Ketentuan mengenai pendidikan dan pelatihan kerja diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 4
Pemeriksaan  Kesehatan dan Psikologi
Pasal 48

Pemeriksaan  kesehatan  dan  psikologi  bagi  calon  TKI  dimaksudkan  untuk  mengetahui dengan kesehatan dan tingkat  kesiapan psikis serta kesesuaian kepribadian calon TKI dengan pekerjaan yang akan dilakukan di negara tujuan.

Pasal 49
  1. Setiap calon TKI harus mengikuti pemeriksaan kesehatan dan psikologi yang diselenggarakan oleh sarana kesehatan dan lembaga yang menyelenggarakan pemeriksaan psikologi yang ditunjuk oleh Pemerintah.
  2. Ketentuan mengenai penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan dan psikologi bagi calon TKI dan penunjukan sarana kesehatan dan lembaga yang menyelenggarakan pemeriksaan psikologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 50
Pelaksana penempatatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan psikologi.

Paragraf 5
Pengurusan Dokumen
Pasal 51

Untuk dapat ditempatkan di luar negeri, calon TKI harus memiliki dokumen yang meliputi :
a.    Kartu Tanda Penduduk, Ijazah pendidikan terakhir, akte kelahiran atau surat keterangan kenal lahir;
b.    surat keterangan status perkawinan bagi yang telah menikah melampirkan copy buku nikah;
c.    surat keterangan izin suami atau istri, izin orang tua, atau izin wali;
d.    sertifikat kompetensi kerja;
e.    surat keterangan sehat berdasarkan hasil hasil pemeriksaan kesehatan dan psikologi; f      paspor yang diterbitkan oleh Kantor Imigrasi setempat;
g.    visa kerja;
h.    perjanjian penempatan kerja;
i       perjanjian kerja, dan j  KTKLN.

Pasal 52

  1. Perjanjian penempatan TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf h dibuat secara tertulis dan ditandatangani  oleh calon TKI dan pelaksana penempatan TKI swasta setelah calon TKI yang bersangkutan terpilih dalam perekrutan.
  2. Perjanjian   penempatan  TKI  sebagaimana   dimaksud  pada  ayat   (1),  sekurang- kurangnya memuat :
a.  nama dan alamat pelaksana penempatan TKI swasta;
b.  nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, dan alamat calon TKI;
c.  nama dan alamat calon Pengguna.
d.  hak dan kewajiban para pihak dalam rangka penempatan TKI di luar negeri yang harus sesuai dengan
     kesepakatan dan syarat-syarat yang ditentukan oleh calon Pengguna tercantum dalam perjanjian
     kerjasama penempatan.
e.  jabatan dan jenis pekerjaan calon TKI sesuai permintaan pengguna
f.   jaminan pelaksana penempatan TKI swasta kepada calon TKI dalam hal ini
     Pengguna tidak memenuhi kewajibannya kepada TKI sesuai perjanjian kerja; g   waktu keberangkatan calon TKI;
h.  hanya penempatan yang harus ditanggung oleh calon TKI dan cara pembayarannya;
i.   tanggung jawab pengurusan penyelesaian musibah;
j.  akibat atas terjadinya pelanggaran perjanjian penempatan TKI oleh salah satu pihak, dan
k. tanda tangan para pihak dalam perjanjian penempatan TKI.

3. Ketentuan dalam perjanjian penempatan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (2)     tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

4. Perjanjian penempatan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat sekurang-
    kurangnya rangkap 2  (dua) dengan bermeterai cukup dan masing-masing pihak  mendapat  1  (satu)
    perjanjian  penempatan  TKI  yang  mempunyai  kekuatan hukum yang sama.

Pasal 53

Perjanjian  penempatan  TKI  tidak  dapat  ditarik  kembali  dan/atau  diubah,  kecuali  atas persetujuan para pihak.
Pasal 54

  1. Pelaksana penempatan TKI swasta wajib melaporkan setiap perjanjian penempatan TKI kepada instansi pemerintah  kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
  2. Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan melampirkan copy atau salinan perjanjian penempatan TKI.
Bagian Ketiga
Perjanjian  Kerja
Pasal 55

  1. Hubungan kerja antara Pengguna dan TKI terjadi setelah perjanjian kerja disepakati dan ditandatangi oleh para pihak.
  2. Setiap TKI wajib menandatangani perjanjian kerja sebelum TKI yang bersangkutan diberangkatkan ke luar negeri.
  3. Perjanjian kerja ditanda tangani di hadapan pejabat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
  4. Perjanjian  kerja  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  disiapkan  oleh  pelaksana penempatan TKI swasta.
  5. Perjanjian  kerja  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  dan  ayat  (3),  sekurang- kurangnya memuat :
a.  nama dan alamat pengguna;
b.  nama dan alamat TKI;
c    jabatan dan jenis pekerjaan TKI;
d.  hak dan kewajiban para pihak;
e.  kondisi dan syarat kerja yang meliputi jan kerja upah dan tata cara pembayaran, baik cuti dan waktu
    istirahat, fasilitas dan jaminan sosial; dan
f.    jangka waktu perpanjangan kerja.
Pasal 56

  1. Perjanjian  kerja  dibuat  untuk  jangka  waktu  paling  lama  2  (dua)  tahun  dan  dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.
  2. Dikecualikan  dari ketentuan jangka waktu perjanjian kerja  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jabatan atau jenis pekerjaan tertentu.
  3. Ketentuan  mengenai  jabatan  atau  jenis  pekerjaan  tertentu  yang  dikecualikan  dari jangka waktu perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri.
Pasal 57

  1. Perpanjangan jangka waktu perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat  (1),  dapat  dilakukan  oleh   TKI  yang  bersangkutan  atau  melalui  pelaksana penempatan TKI swasta.
  2. Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disepakati oleh para pihak sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sebelum perjanjian kerja pertama berakhir.
Pasal 58
  1. Perjanjian kerja dan jangka waktu perpanjangan perjanjian kerja wajib mendapat persetujuan dari pejabat berwenang pada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.
  2. Pengurusan untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pelaksana penempatan TKI swasta.
  3. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh persetujuan perjanjian kerja dan perpanjangan jangka waktu perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
TKI yang bekerja pada Pengguna perseorangan yang telah berakhir perjanjian kerjanya dan akan memperpanjang perjanjian kerja TKI yang bersangkutan harus pulang terlebih dahulu ke Indonesia.

Pasal 60

Dalam hal perpanjangan dilakukan sendiri oleh TKI yang bersangkutan, maka pelaksana penempatan TKI swasta tidak bertanggung jawab atas risiko yang menimpa TKI dalam masa perpanjangan perjanjian kerja.

Pasal 61

Bagi TKI yang bekerja pada Pengguna perseorangan, apabila selama masa berlakunya perjanjian kerja terjadi perubahan  jabatan atau jenis pekerjaan, atau pindah Pengguna, maka perwakilan pelaksana penempatan TKI swasta wajib mengurus perubahan perjanjian kerja dengan membuat perjanjian kerja baru dan melaporkan kepada Perwakilan Republik Indonesia.

Pasal 62

  1. Setiap TKI yang ditempatkan di luar negeri, wajib memiliki dokumen KTKLN yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
  2. KTKLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai kartu identitas TKI selama masa penempatan TKI di negara tujuan.
Pasal 63

  1. KTKLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 hanya dapat diberikan apabila TKI yang bersangkutan :
           a.   telah memenuhi persyaratan dokumen penempatan TKI di luar negeri;
           b.   telah mengikuti Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP); dan c. telah di kutsertakan dalam
                 perlindungan program asuransi.

     2.   Ketentuan mengenai bentuk, persyaratan, dan tata cara memperoleh KTKLN diatur lebih lanjut
           dengan Peraturan Menteri.

Pasal 64
Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak memiliki KTKLN
Palaksana  penempatan  TKI  swasta  bertanggung  jawab  atas  kelengkapan  dokumen penampatan yang diperlukan.

Pasal 66

Pemerintah  wajib  menyediakan  pos-pos  pelayanan  di  pelabuhan  pemberangkatan  dan pemulangan TKI yang dilengkapi fasilitas yang memenuhi syarat.

Pasal 67

  1.  Pelaksana penempatan TKI swasta wajib memberangkatkan TKI ke luar negeri yang telah memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sesuai dengan perjanjian penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2).
  2. Pelaksana penempatan TKI swasta wajib melaporkan setiap keberangkatan calon TKI kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.
  3. Pemberangkatan TKI ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui tempat pemeriksaan imigrasi yang terdekat.
Pasal 68

  1. Pelaksana penempatan TKI swasta wajib menginstruksikan TKI yang diberangkatkan ke luar negeri dalam program asuransi.
  2. Jenis program asuransi yang wajib diikuti oleh TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 69

  1. Pelaksana   penempatan   TKI    swasta    wajib    mengikutsertakan   TKI    yang   akan diberangkatkan ke luar negeri dalam pembekalan akhir pemberangkatan.
  2. Pembekalan    akhir    pemberangkatan   (PAP)     dimaksudkan   untuk    memberikan pemahaman pendalaman terhadap : a.  peraturan perundang-undangan di negara tujuan; dan b.  materi perjanjian kerja.
  3. Pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) menjadi tanggung jawab Pemerintah.
  4. Ketentuan    mengenai   pembekalan   akhir    pemberangkatan  (PAP)    sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Masa Tunggu di Penampungan
Pasal 70

  1. Pelaksana   penempatan   TKI    swasta   dapat    menampung   calon    TKI    sebelum pemberangkatan
  2. Lamanya penampungan disesuaikan dengan jabatan dan/atau jenis pekerjaan yang akan dilakukan di negara tujuan
  3. Selama masa penampungan, pelaksana penempatan TKI swasta wajib memperlaku- kan calon TKI secara wajar dan manusiawi
  4. Ketentuan mengenai standar tempat penampungan dan lamanya penampungan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri

Bagian Kelima
Masa Penempatan
Pasal 71

  1. Setiap TKI wajib melaporkan kedatangannya kepada Perwakilan Republik Indonesia di negera tujuan.
  2. Kewajiban untuk melaporkan kedatangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi TKI          yang   bekerja   pada    Pengguna   Perseorangan   dilakukan   oleh    pelaksana penempatan TKI swasta.
Pasal 72

Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan TKI yang tidak sesuai dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud  dalam ketentuan perjanjian kerja yang disepakati dan ditandatangani TKI yang jbersangkutan.

Bagian Keenam
Purna Penempatan
Pasal 73

  1. Kepulangan TKI terjadi karena :
          a.   berakhirnya masa perjanjian kerja;
          b.   pemutusan hubungan kerja sebelum masa perjanjian kerja berakhir;
          c.    terjadi perang, bencana alam, atau wabah penyakit di negara tujuan;
          d.   mengalami   kecelakaan   kerja  yang   mengakibatkan   tidak   bisa   menjalankan pekerjaannya
                lagi;
          e.   meninggal dunia di negara tujuan;
          f.     cuti; atau
          g.   dideportasi oleh pemerintah setempat.

   2.  Dalam hal TKI meninggal dunia di negara tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)           huruf e, pelaksana penempatan TKI berkewajiban :
               a.   memberitahukan tentang kematian TKI kepada keluarganya paling lama 3 (tiga) kali 24 (dua
                    puluh empat) jam sejak diketahuinya kematian tersebut;
               b.  mencari  informasi  tentang  sebab-sebab  kematian  dan  memberikannya  kepada pejabat
                    Perwakilan    Republik   Indonesia   dan   anggota   keluarga   TKI    yang bersangkutan;
              c.    memulangkan  jenazah  TKI  ke  tempat  asal  dengan  cara  yang  layak  serta menanggung
                    semua biaya yang  diperlukan, termasuk biaya penguburan sesuai dengan tata cara agama TKI
                    yang bersangkutan;
              d.   mengurus pemakaman di negara tujuan penempatan TKI atas persetujuan pihak keluarga  TKI                      atau  sesuai   dengan  ketentuan  yang  berlaku  di  negara  yang bersangkutan;
              e.   memberikan  perlindungan  terhadap  seluruh  harta  milik  TKI  untuk  kepentingan anggota
                    keluarganya; dan
              f.     mengurus pemenuhan semua hak-hak TKI yang seharusnya diterima.
  3.  Dalam hal terjadi perang, bencana alam, wabah penyakit, dan deportasi sebagaimana dimasud pada
       ayat (1) huruf c,  dan huruf g, Perwakilan Republik Indonesia, Badan Nasional Penempatan kepulangan
       TKI sampai ke daerah asal TKI.

Pasal 74
  1. Setiap TKI yang akan kembali ke Indonesia wajib melaporkan kepulangannya kepada Perwakilan Republik Indonesia negara tujuan.
  2. Pelaporan  bagi  TKI  yang  bekerja  pada  Pengguna  perseorangan  dilakukan  oleh pelaksana penempatan TKI swasta.
Pasal 75
  1. Kepulangan TKI dari negara tujuan sampai tiba di daerah asal menjadi tanggung jawab pelaksana penempatan TKI.
  2. Pengurusan kepulangan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hal :
                    a.   pemberian kemudahan atau fasilitas kepulangan TKI;
                    b.   pemberian fasilitas kesehatan bagi TKI yang sakit dalam kepulangan; dan
                    c.   pemberian upaya perlindungan terhadap TKI dari kemungkinan adanya tindakan
                         pihak-pihak lain yang tidak bertanggung jawab dan dapat merugikan TKI dalam        
                         kepulangan.
    3.  Pemerintah dapat mengatur kepulangan TKI
    4.  Ketentuan lebih lanjut mengenai pemulangan TKI sebagaiman dimaksud pada ayat           (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.


Bagian Ketujuh
Pembiayaan
Pasal 76
  1. Pelaksana penempatan TKI swasta hanya dapat membebankan biaya penempatan kepada calon TKI untuk komponen biaya : a.   pengurusan dokumen jati diri; b.   pemeriksaan kesehatan dan psikologi; dan c.    pelatihan kerja dan sertifikasi kompetensi kerja.
  2. Biaya selain biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
  3. Komponen biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus transparan dan memenuhi asas akuntabilitas.

BAB VI PERLINDUNGAN TKI
Pasal 77
  1. Setiap calon TKI/TKI mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  2. Perlindungan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dilaksanakan  mulai  dari  pra penempatan, masa penempatan, sampai dengan purna penempatan.


Pasal 78
  1. Perwakilan Republik Indonesia memberikan perlindungan terhadap TKI di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan internasional.
  2. Dalam rangka perlindungan TKI di luar negeri, Pemerintah dapat menetapkan jabatan Atase Ketenagakerjaan pada Perwakilan Republik Indonesia tertentu.
  3. Penugasan Atase Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 79

Dalam  rangka  pemberian  perlindungan  selama  masa  penempatan  TKI  di  luar  negeri, Perwakilan Republik Indonesia melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Perwakilan pelaksana penempatan TKI swasta dan TKI yang ditempatkan di luar negeri.

Pasal 80
  1. Dengan  pertimbangan  selama  masa  penempatan  TKI  di  luar  negeri  dilaksanakan antara lain :    a.  pemberian  bantuan  hukum  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan  perundang- undangan di negara tujuan serta hukum dan kebiasaan internasional; b.  pembelaan  atas  pemenuhan  hak-hak  sesuai  dengan  perjanjian  kerja  dan/atau peraturan perundang-undangan di negara TKI ditempatkan.
  2. Ketentuan mengenai pemberian perlindungan selama masa penempatan TKI di luar negeri sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 81
  1. Dengan pertimbangan untuk melindungi calon TKI/TKI, pemerataan kesempatan kerja dan/atau untuk kepentingan ketersediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan nasional, Pemerintah dapat menghentikan dan/atau melarang penempatan TKI di luar negeri untuk negara tertentu atau penempatan TKI pada jabatan – jabatan tertentu di luar negeri.
  2. Dalam menghentikan dan/atau melarang penempatan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah memperhatikan saran dan pertimbangan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI
  3. Ketentuan mengenai penghentian dan pelarangan penempatan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah

Pasal 82

Pelaksana penempatan TKI  swasta bertanggungjawab untuk  memberikan perlindungan kepada calon TKI/TKI sesuai denganperjanjian penempatan.
Setiap calon TKI/TKI yang bekerja ke luar negeri baik secara perseorangan maupun yang ditempatkan oleh pelaksana penempatan TKI swasta wajib mengikuti program pembinaan dan perlindungan TKI.


Pasal 84

Program pembinaan dan perlindungan TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VII PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Pasal 85

  1. Dalam hal terjadi sengketa antara TKI dengan pelaksana penempatan TKI swasta mengenai                      pelaksanaan    perjanjian     penempatan,    maka    kedua    belah    pihak mengupayakan penyelesaian secara damai dengan cara bermusyawarah.
  2. Dalam hal penyelesaian secara musyawarah tidak tercapai, maka salah satu atau kedua belah pihak dapat meminta bantuan instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota, Provinsi atau Pemerintah.


BAB VIII PEMBINAAN
Pasal 86

  1. Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berkenan dengan penyelenggaraan Penempatan danPerlindungan TKI di luar negeri.
  2. Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat mengikutsertakan   pelaksana   penempatan   TKI    swasta,    organisasi    dan    /atau masyarakat.
  3. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi.
Pasal 87

Pembinaan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86, dilakukan dalam bidang :
a.  informasi;
b.  sumber daya manusia; dan c.   perlindungan TKI
Pembinaan oleh Pemerintah dalam bidang informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf a, dilakukan dengan :
a.   membentuk sistem dan jaringan informasi yang terpadu mengenai pasar kerja luar negeri yang dapat diakses secara meluas oleh masyarakat
b.   memberikan informasi keseluruhan proses dan prosedur menganai penempatan TKI di luar negeri termasuk resiko bahaya yang mungkin terjadi selama masa penempatan TKI di luar negeri


Pasal 89

Pembinaan oleh Pemerintah dalam bidang sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf b, dilakukan dengan :
a.   meningkatkan kualitas keahlian dan/atau keterampilan kerja calon TKI/TKI yang akan ditempatkan di luar negeri termasuk kualitas kemampuan berkomunikasi dalam bahasa asing;
b.   membentuk dan mengembangkan pelatihan kerja yang sesuai dengan standar dan persyaratan yang ditetapkan.
Pasal 90

Pembinaan oleh Pemerintah dalam bidang perlindungan TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf c, dilakukan dengan :
a.   memberikan  bimbingan  dan  advokasi  bagi  TKI  mulai  dari  pra  penempatan,  masa penempatan dan purna penempatan;
b.   memfasilitasi penyelesaian perselisihan atau sengketa calon TKI/TKI dengan Pengguna dan/atau pelaksana penempatan TKI
c.   Menyusun dan mengumumkan daftar Mitra Usaha dan Pengguna bermasalah secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
d.   melakukan  kerjasama  internasional  dalam  rangka  perlindungan  TKI  sesuai  dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 91

  1. Pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang telah berjasa dalam pembinaan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.
  2. Penghargaan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dapat  diberikan  dalam  bentuk piagam, uang, dan/atau bentuk lainnya.

BAB IX PENGAWASAN
Pasal 92
  1. Pengawasan  terhadap  penyelenggaraan  penempatan  dan  perlindungan  TKI  di  luar negeri dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
  2. Pengawasan  terhadap  penyelenggaraan  penempatan  dan  perlindungan  TKI  di  luar negeri dilaksanakan oleh Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.
  3. Pelaksanaan pengawasan terhadap penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 93
  1. Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi dan  Pemerintah  Kabupaten/Kota  wajib  melaporkan  hasil  pelaksanaan  pengawasan terhadap pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI di luar  negeri yang ada di daerahnya sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenangnya kepada Menteri.
  2. Ketentuan mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

BAB X BADAN NASIONAL
PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TKI
Pasal 94
  1. Untuk menjamin dan mempercepat terwujudnya tujuan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, diperlukan pelayanan dan tanggung jawab yang terpadu.
  2. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI
  3. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan lembaga pemerintah non departemen yang bertanggung jawab kepada Presiden yang berkedudukan di Ibukota Negara.

Pasal 95
  1. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal  94  mempunyai  fungsi   pelaksanaan  kebijakan  di  bidang  penempatan  dan perlindungan TKI di luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi.
  2. Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI bertugas : a. melakukan penempatan atas dasar  perjanjian secara tertulis antara Pemerintah dengan Pemerintah Negara  Pengguna TKI atau Pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1); b.  memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan mengenai                                                          @     dokumen; @     pembekalan akhir pemberangkatan (PAP); @     penyelesaian masalah; @     sumber-sumber pembiayaan; @     pemberangkatan sampai pemulangan; @     peningkatan kualitas calon TKI; @     informasi; @     kualitas pelaksana penempatan TKI; dan @     peningkatan kesejahteraan TKI dan keluarganya

Pasal 96
  1. Keanggotaan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI terdiri dari wakil- wakil instansi Pemerintah terkait.
  2. Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  95  ayat  (2)  dapat  melibatkan  tenaga-tenaga profesional
Pasal 9

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, fungsi, tugas, struktur organisasi, dan tata kerja  Badan Nasional   Penempatan  dan  Perlindungan  TKI  diatur  dengan  Peraturan Presiden.

Pasal 98
  1. Untuk kelancaran pelaksanaan pelayanan penempatan TKI, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI membentuk Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI di Ibukota Provinsi dan/atau tempat pemberangkatan TKI yang dianggap perlu
  2. Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan kemudahan pelayanan pemrosesan seluruh dokumen penempatan TKI.
  3. Pemberikan pelayanan pemrosesan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan bersama-sama dengan instansi yang terkait.
Pasal 99
  1. Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 berada di bawah danbertanggung jawab kepada Kepala Badan.
  2. Tata cara pembentukan dan susunan organisasi Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan  TKI  sebagaimanadimaksud  pada  ayat  (1)  diatur  lebih  lanjut  dengan Keputusan Kepala Badan.
BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 100

  1. Menteri  menjatuhkan  sanksi  administratif  atas  pelanggaran  terhadap  ketentuan- ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), Pasal 20, Pasal 30, Pasal 32 ayat (1), Pasal 33, Pasal 34 ayat (3), Pasal 38 ayat (2), Pasal 54 ayat (1), Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 62 ayat (1), Pasal 67 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 69 ayat (1), Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73 ayat (2), Pasal 74, Pasal 76 ayat (1), Pasal 82, Pasal 83, atau Pasal 105.
  2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa                                                       a.   peringatan tertulis;                                                                                                                    b.   penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan TKI;                            c.  pencabutan izin;                                                                                                                             d.   pembatalan keberangkatan calon TKI; dan / atau,                                                                     e.   pemulangan TKI dari luar negeri dengan biaya sendiri
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
BAB XII PENYIDIKAN
Pasal 101

  1. Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, kepada Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di instansi Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan diberi wewenang khusus  sebagai Penyidik  sebagaimana dimaksud dalam  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukam penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
  2. Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang : a.  melakukan   pemeriksaan   atas   kebenaran   laporan   tentang   tindak   di   bidang penempatan dan perlindungan TKI; b.  melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang penempatan dan perlindungan TKI; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang penempatan dan perlindungan TKI; d.  melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang penempatan dan perlindungan TKI; e.  melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang penempatan dan perlindungan TKI; f.    meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang penempatan dan perlindungan TKI; g.  menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan tentang adanya tindak pidana di bidang penempatan dan perlindungan TKI.
  3. Kewenangan Penyidik  Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XIII KETENTUAN PIDANA
Pasal 102
  1. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling  sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), setiap orang yang :
            a.  mengalihkan  atau  memindahtangankan  SIPPTKI  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 19;
            b.  mengalihkan  atau  memindahtangankan  SIP  kepada  pihak  lain  sebagaimana dimaksud dalam
                 Pasal 33;
           c. melakukan perekrutan calon TKI yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
                Pasal 35;
           d.  menempatkan  TKI  yang  tidak  lulus  dalam  uji  kompetensi  kerja  sebagaimana dimaksud
                 dalam Pasal 45;
           e.  menempatkan   TKI    tidak    memenuhi    persyaratan   kesehatan   dan    psikologi
                  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50;
           f.    menempatkan calon TKI/TKI yang tidak memiliki dokumen sebagaimana dimaksud dalam
                   Pasal 51;
           g.  menempatkan   TKI    di    luar    negeri    tanpa    perlindungan   program    asuransi
                 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68; atau
           h.  memperlakukan calon TKI secara tidak wajar dan tidak manusiawi selama masa di
                 penampungan  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3)
     2.    Tindak  pidana  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  merupakan  tindak  pidana kejahatan.


Pasal 104
  1. Dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling  sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), setiap orang yang :
               a.  menempatkan TKI tidak melalui Mitra Usaha sebagaimana dipersyaratkan dalam
                    Pasal 24;
               b.  menempatkan TKI di luar negeri untuk kepentingan perusahaan sendiri tanpa izin tertulis dari
                    Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1);
              c.   mempekerjakan  calon  TKI  yang  sedang  mengikuti  pendidikan  dan  pelatihan sebagaimana
                    dimaksud dalam Pasal 46;
               d.  menempatkan  TKI  di  Luar  Negeri  yang  tidak  memiliki  KTKLN  sebagaimana dimaksud
                    dalam Pasal 64; atau
               e.  tidak  memberangkatkan  TKI  ke  luar  negeri  yang  telah  memenuhi  persyaratan
                    kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67.
   2.    Tindak  pidana  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  merupakan  tindak  pidana pelanggaran.

BAB XIV KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 105
  1. TKI yang bekerja di luar negeri secara perseorangan melapor pada instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan Perwakilan Republik Indonesia.
  2. Selain dokumen yang diperlukan untuk bekerja di luar negeri, TKI yang bekerja di luar negeri secara perseorangan harus memiliki KTKLN.

Pasal 106
  1. TKI yang bekerja di luar negeri secara perseorangan berhak untuk memperoleh perlindungan.
  2. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Perwakilan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XV KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 107
  1. Pelaksana penempatan TKI swasta yang telah memiliki izin penempatan TKI di luar negeri sebelum berlakunya Undang-Undang ini wajib menyesuaikan persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang- Undang ini.
  2. Bagi pelaksana penempatan TKI swasta yang menempatkan TKI sebelum berlakunya Undang-Undang ini, maka jangka  waktu penyesuaian terhitung mulai sejak Undang- Undang  ini  berlaku  sampai  dengan  berakhirnya  perjanjian  kerja  TKI  terakhir  yang ditempatkan sebelum berlakunya Undang-Undang ini.
  3. Apabila  pelaksana  penempatan  TKI  swasta  dalam  jangka  waktu  yang  ditentukan sebagaimana dimaksud pada  ayat (1) tidak menyesuaikan persyaratan-persyaratan yang diatur dalam Undang-undang ini, maka izin pelaksana penempatan TKI swasta yang bersamgkutan dicabut oleh Menteri.

Pasal 108

Pembentukan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.


Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 2004

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI 

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 2004

MENTERI NEGARA/

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, 
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 133

0 komentar:

Posting Komentar