,
Diposting oleh
LSDBPS
|
0
komentar
ADBMI DAN KOSLATA GELAR DISKUSI PENGUATAN JARINGAN KAPASITAS PTK MAHNETIK
Sumbawa-NTB, Advokasi Buruh Migran Lombok Timur (ADBMI LOTIM) dan
Koslata Sumbawa menggelar Diskusi penguatan kapasitas jaringan Pusat Teknologi
Komunitas (PTK) Rumah Internet TKI (Mahnetik), sekaligus menyusun rancangan
Sistem Aplikasi pemantauan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta
(PPTKIS) di Aula Kantor Bupati Sumbawa pada 5-6 November 2013. Peserta yang hadir
pada Acara tersebut, Paralegal dan pendamping masing-masing 2 orang dari ADBMI
LOTIM dan Koslata Sumbawa. Selain itu, turut hadir perwakilan Dinas Tenaga Kerja
dan Transimigrasi (Disnakertrans) Provinsi dan Kabupaten, Balai
Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Mataram, dan difasilitasi oleh tim dari Infest Jogja.
Penyusunan rancangan sistem aplikasi pemantauan PPTKIS bertujuan
mempermudah penilaian Kinerja PPTKIS
dalam merekrut, memberangkatkan, dan menempatkan Buruh Migran Indonesia (BMI)
di negera tujuan. Menurut salah satu peserta dari Disnakertrans Kabupaten
Lombok Timur, Saipul Wathan (38),
pengembangan sistem pemantauan yang berbasis web sangat baik karena
dengan didukung internet yang memungkin BMI dan Calon BMI dengan mudah dan
cepat dalam mengakses informasi terkait kinerja PPTKIS.
“Mengembangkan sistem aplikasi
berbasis web seperti ini sangat bagus sekali, karena dengan dukungan internet
BMI dan Calon BMI dengan mudah dan cepat mengakses informasi terkait dengan
kinerja PPTKIS di Indonesia, namun harus ada juga kajian hokum untuk
mengantisipasi jebakan-jebakan pasal karet tentang pencemaran nama baik di UU ITE.”
ungkap Wathan.
Harapan kita setelah sistem aplikasi
ini diterapkan, Masyarakat lebih mudah dan cepat mengetahui informasi dan bisa menilai
kinerja PPTKIS, sehingga bisa mengurangi angka penipuan terhadap calon BMI. Melalui
sistem pemantauan PPTKIS calon BMI bisa lebih tenang karena membaca ulasan dari
BMI lain yang sudah diberangkatkan PPTKIS yang bersangkutan.
,
Diposting oleh
LSDBPS
|
0
komentar
Kisah Mahasiswa yang Menjadi BMI
Kisah pilu kembali tergores dari pengalaman seoranag perempuan muda mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), yang berasal dari desa pelosok diwilayah semarang Jawa Tengah. Namanya Novi Kurniasih. ia dibesarkan dari keluarga sederhana. Ibu Novi hanyalah petani, sedangkan sang bapak adalah pekerja lepas yang tekun dan ulung. Novi bercita-cita ingin melanjutkan belajar hingga tingkat Universitas. hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan keadaan desanya yang menganggap dunia perkuliahan adalah sesuatu yang terlalu mewah, sehingga kebanyakan masyarakat tidak mengenal dunia pendidikan kaum elit itu.
Optimisme Novi tak pernah luntur hanya karena paradigma lingkungannya. Ia
mengambil studi di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang, dengan jadwal
kuliah dilakukan pada malam hari. Pagi harinya, Novi mencoba mencari pekerjaan
untuk biaya kuliah. Sayangnya, rencana tersebut tak semulus yang diimpikan.
Pekerjaan sangat susah untuk didapat. Padahal ia telah berusaha melamar menjadi
pegawai di pabrik-pabrik, menjadi penjaga kios di pasar, bahkan melamar menjadi
seorang pembantu pun tetap
belum ada yang menerima.
Alhasil, Novi memutuskan untuk cuti kuliah dan merantau menjadi TKI. Pada
pertengahan tahun 2006, dirinya mendaftarkan diri menjadi calon TKI di suatu
agen. Setelah kurang lebih enam bulan bekerja di Taiwan, pengalaman pahit
menghampiri gadis tangguh ini. Novi dianiaya oleh keluarga majikan. Tak hanya
itu, job yang ditandatangani sebelum berangkat rupanya tidak sesuai
dengan kondisi kerja di lapangan. “Saya disuruh bekerja dengan jam kerja yang
sangat banyak. Saya juga pernah dipukul, didorong dari tangga, hingga disekap
selama empat hari oleh agensi di luar negeri,” tutur Novi sebelum akhirnya
dipulangkan di Indonesia.
Kepulangan Novi dan beberapa temannya ke Indonesia pun, ternyata menyisakan
kepedihan yang luar biasa. “Kami pulang dalam keadaan depresi berat. Sempat
dirawat juga di panti rehabilitasi wilayah Magelang selama lebih dari dua
bulan, hingga tidak bisa bicara dan badan kaku terlentang di tempat tidur,”
imbuh Novi, yang mengaku bisa mengingat kejadian keji itu dalam keadaan yang
tak berdaya.
Lepas dari jeratan nestapa, Novi pun bangkit dan menjadi salah seorang
pegiat buruh migran di Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) wilayah Semarang.
Dirinya juga memiliki cita-cita mulia untuk membuat yayasan yatim piatu dan
cacat ganda. Cita-cita tersebut, dimulai Novi dengan mendirikan sebuah lembaga
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang diberi nama PAUD Merah Putih. Selain aktif sebagai
anggota divisi media untuk kegiatan sosial di SBMI , ia juga sedang menekuni
sebuah usaha yang dijalankan di Kampus Universitas Negeri Semarang.
,
Diposting oleh
LSDBPS
|
0
komentar
Pemerintah 'ompong' dan tidak serius lindungi buruh migran
Jakarta (JarrakOnline) - Dalam rangka memperingati hari Migran
Internasional yang jatuh pada 18 Desember. Migrant Care bersama
International Labour Organization (ILO) dan Komnas Perempuan merilis
catatan akhir tahun perlindungan terhadap buruh migran.
"Tahun ini merupakan puncak dari kepasifan pemerintah melindungi
buruh migran. Pemerintah terlihat lamban, 'ompong' dan tidak serius
dalam perlindungan buruh migran," ujar Direktur Migrant Care Anis
Hidayah dalam konferensi persnya di Kantor ILO, Menara Thamrin, Jalan MH
Thamrin, Jakarta Selatan kemarin.
Anis menambahkan, terbukti dari pemantauan Migrant Care sepanjang
2012 terdapat 420 buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati di
luar negeri. Menurut Anis, vonis hukuman mati tidak adil bagi buruh
migran Indonesia dan keluarganya.
"Hingga akhir tahun 2012, pantauan Migrant Care mendapatkan data ada
420 buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati di luar negeri,"
katanya.
Anis mengungkapkan, dari ratusan buruh migran yang terancam vonis
hukuman mati, 99 di antaranya telah divonis hukuman mati. Vonis hukuman
mati terbanyak diberikan kepada buruh migran yang bekerja di Malaysia
dan Saudi Arabia.
"Di Malaysia ada 351 orang, RRC ada 22 orang, Singapura 1 orang,
Filipina 1 orang, dan Saudi Arabia 45 orang. 99 orang di antaranya telah
divonis hukuman mati," ungkapnya.
Anis menegaskan, kasus ancaman hukuman mati tersebut tidak bisa diselesaikan dengan pidato dan pembentukan lembaga ad hoc saja.
"Pemerintah selama ini tidak serius melindungi para buruh migran
Indonesia. Karena, perlindungan tidak akan selesai dengan hanya
pidato-pidato tetapi memerlukan langkah konkrit dengan menghadirkan
langsung Presiden SBY sebagai kepala negara dan pemerintahan melakukan
diplomasi tingkat tinggi," tegasnya.
Anis menjelaskan, banyaknya buruh migran Indonesia yang divonis mati
karena mencoba melindungi diri dari konflik dengan majikan mereka.
Migrant Care tegas menolak vonis tersebut yang menunjukkan ketidakadilan
dan menyalahi hak hidup bagi setiap orang yang dijamin dalam
International Covenant on Civil and Political Rights.
"Dari kasus-kasus yang terungkap, buruh migran Indonesia yang
berkonflik dengan majikan dan mengakibatkan kematian pada majikan adalah
karena buruh migran melakukan tindakan pembelaan dan memepertahankan
diri dari kekerasan yang sering dialami, juga perlawanan dari usaha
perkosaan terhadap dirinya," tuturnya.
Keberadaan Satgas Penanganan TKI yang Terancam Hukuman Mati pun
dipertanyakan oleh Anis. Menurut Anis, Satgas tidak mampu menjawab
tuntutan publik terhadap beberapa situasi yang dialami TKI.
"Kasus seperti Satinah yang tinggal menunggu waktu penetapan eksekusi
karena pemerintahan Indonesia belum juga berhasil membayarkan diyat
untuk pembebasan Satinah dari hukuman mati. Belum lagi penyelamatan Tuti
Tursilawati, Siti Zaenab, Siti Aminah, dan Darmawati yang juga tinggal
menunggu penetapan eksekusi," ujarnya.
Selain hukuman mati, kriminalisasi terhadap buruh migran Indonesia juga makin mencekam.
"Sepanjang tahun 2012, juga terjadi 16 kasus penembakan brutal polisi Malaysia terhadap buruh migran Indonesia," ungkap Anis.
Anis menuturkan, hingga saat ini Migran Care masih memantau
perkembangan kasus penembakan 3 buruh migran asal NTB Herman, Abdul
Kadir dan Maad Noon yang masih penuh dengan kejanggalan.
"Sampai saat ini keluarga korban masih belum mendapatkan akses
informasi mengenai hasil lengkap otopsi karena ada keraguan bahwa ada
organ yang hilang dari 3 tubuh mayat tersebut," tuturnya.
Anis menegaskan, bahwa polisi diraja Malaysia pantas dijuluki sebagai musuh buruh migran Indonesia di tahun ini.
"Mereka kerap kali menembak buruh migran secara brutal tanpa prosedur
hukum. Ini bukti bahwa polisi diraja Malaysia menjadi musuh buat para
buruh migran," tegasnya.
Sementara itu, Koordinator Program ILO untuk Pekerja Migran Albert Y.
Bonasahat mengatakan, kurangnya informasi yang tepat berkaitan dengan
hak dan kewajiban tenaga kerja Indonesia menjadi permasalahan yang terus
menerus terjadi tanpa penyelesaian optimal dari pemerintah.
"Informasi itu di antaranya mengenai biaya penempatan TKI ke luar
negeri, jenis pekerjaannya, kontrak kerja, negara tujuan, dan produser
migrasi yang benar," katanya.
Bahkan, lanjut Albert, laporan ILO menyebutkan bahwa Perlindungan
Pekerja Migran, daftar perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia Swasta (PPTKIS) yang bagus dan direkomendasikan oleh
pemerintah juga tidak tersedia.
"Akibatnya, sampai dengan saat ini permasalahan pekerja migran di
luar negeri terus ada dan penyelesaiannya dari pemerintah maupun lembaga
terkait tidak optimal," ujarnya.
Selain itu, Albert menilai, kualitas penyelenggaraan pelatihan bagi
calon TKI dan akomodasi pekerja yang tidak sesuai dengan standar dan
cenderung mengurung calon pekerja.
"ILO memandang bahwa mengadvokasi perbaikan perlindungan dan
pelayanan terhadap pekerja migran terkait erat dengan yang didapatkan
pekerja rumah tangga dalam perlindungan, serta pelayanan di negeri
sendiri," jelasnya.
Untuk itulah, perhatian pada kerja advokasi untuk perlindungan hak
pekerja rumah tangga Indonesia yang bekerja di dalam luar negeri juga
menjadi keharusan yang harus dilindungi. "Padahal sudah ada aturan
ratifikasi Perlindungan Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya namum
implementasi dari hal tersebut jauh dari kata memuaskan," tuturnya.
Komisioner Komnas Perempuan Agustinus Supriyanto menambahkan, ada 2
hal yang harus diperkuat untuk melindungi buruh migran di luar negeri.
"Pertama, penguatan regulasi dalam Undang-undang Perlindungan Pekerja
Indonesia di Luar Negeri (UU PPILN). Kedua, penguatan terhadap
penanganan kasus," katanya.
Penguatan regulasi, lanjut Agustinus, didalam pasal 11 ayat 2 bahwa
desa dilibatkan dari awal untuk dilibatkan dalam proses perlindungan
buruh migran. "Desa merupakan wilayah asal muasal pekerja yang terlibat
dari proses perizinan hingga keberangkatan. Sudah semestinya, desa
diberikan akomodasi dan fasilitas untuk mendata warganya secara lebih
ketat," ujarnya.
Kemudian, Agustinus menilai, harus adanya kordinasi yang lebih baik
antara pemerintah pusat, konsulat jendral dan pemerintah daerah untuk
bisa segera menangani bila ada kasus yang menimpa para buruh migran.
"Kordinasi antar lembaga dan pemerintah harus terjalin dengan intens
baik dalam penguatan regulasi, penguatan penanganan kasus maupun
penguatan avokasi. Karena kebanyakan pekerja buruh migran adalah
perempuan maka Komnas Perempuan juga terus mengawal berbagai kasus buruh
migran," jelasnya.
Sekretaris Jendral Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia
(KSBSI) Sulistri mengatakan, persoalan perlindungan buruh migran
Indonesia yang ada di luar negeri perlu ditingkatkan. "Negara masih
sangat lemah perlindungannya terhadap para buruh. Baik pada saat
keberangkatan ataupun kepulangan," katanya.
Menurut Sulisti, perlu adanya pengawasan efektif terhadap agen
rekrutmen para buruh migran. "Di daerah banyak sekali agen rekrutmen
yang ilegal. Dalam praktiknya kerap menjanjikan impian-impian indah
sehingga membuat pekerjaan ke luar negeri menjadi menarik," ujarnya.
(MB)
,
Diposting oleh
LSDBPS
|
0
komentar
Undang Undang 39 tahun 2004 ttg PPTKLN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 2004
TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN
TENAGA KERJA INDONESIA
DI LUAR NEGERI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa bekerja merupakan
hak asasi manusia yang wajib dijunjung tinggi, dihormati, dan
dijamin penegakannya;
b. bahwa setia tenaga kerja mempunyai hak
dan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan
dan penghasilan yang layak, baik di dalam maupun di luar negeri
sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan;
c. bahwa tenaga kerja Indonesia di luar
negeri sering dijadikan obyek perdagangan manusia, termasuk
perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan,
kejahatan atas harkat dan mertabat menusia, serta perlakuan lain yang
melanggar hak asasi manusia;
d. bahwa negara wajib menjamin dan
melindungi hak asasi warga negaranya yang bekerja baik di dalam
maupun di luar negeri berdasar- kan prinsip persamaan hak, demokrasi,
keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi, dan
anti perdagangan manusia;
e. bahawa penempatan tenaga kerja Indonesia
di luar negeri merupakan suatu upaya untuk mewujudkan hak dan
kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan
penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap
memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia dan perlindungan
hukum serta pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja
yang sesuai dengan hukum nasional;
f. bahwa penempatan tenaga kerja
Indonesia di luar negeri perlu dilakukan secara terpadu antara instansi
Pemerintah baik Pusat maupun Daerah dan peran serta masyarakat dalam
suatu system hukum guna melindungi tenaga kerja Indonesia yang
ditempatkan di luar negeri;
g. bahwa peraturan perundang-undangan di
bidang ketenagakerjaan yang ada belum mengatur secara memadai, tegas,
dan terperinci mengenai penempatan dan perlindungan tenaga kerja
Indonesia di luar negeri;
h. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan dinyatakan penempatan tenaga kerja Indonesia di
luar negeri diatur dengan undang-undang;
i. bahwa berdasarkan petimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, furuf e, furuf f, huruf g, dan huruf h, perlu mem- bentuk undang-undang tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri;
Mengingat :
i. bahwa berdasarkan petimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, furuf e, furuf f, huruf g, dan huruf h, perlu mem- bentuk undang-undang tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri;
Mengingat :
- Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 D ayat (1) dan ayat(2), Pasal 28 E ayat (1) dan ayat (3), Pasal 29 Undang-undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN
TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:- Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut dengan TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.
- Calon Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut calon TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagi pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
- Penempatan TKI adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI sesuai bakat, minat, dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri yang meliputi keseluruhan proses perekrutan, pengurus dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pemberangkatan sampai ke negara tujuan, dan pemulangan dari Negara tujuan.
- Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja.
- Pelaksanan penempatan TKI swasta adalah badan hukum yang telah memperoleh izin tertulis dari Pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan TKI di luar negeri.
- Mitra usaha adalah instansi atau badan usaha berbentuk badan hukum di negera tujuan yang bertanggung jawab menempatkan TKI pada pengguna
- Pengguna Jasa TKI yang selanjutnya disebut dengan Pengguna adalah instansi Pemerintah, Badan Hukum Pemerintah, Badan Hukum Swasta, dan/atau Perseorangan di negara tujuan yang mempekerjakan TKI.
- Perjanjian Kerja Sama Penempatan adalah perjanjian tertulis antara pelaksana penempatan TKI swasta dengan mitra Usaha atau Pengguna yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam rangka penempatan serta perlindungan TKI di negara tujuan.
- Perjanjian Penempatan TKI adalah perjanjian tertulis antara pelaksana penempatan TKI swasta dengan calon TKI yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam rangka penempatan TKI di negara tujuan sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
- Perjanjian Kerja adalah perjanjian tertulis antara TKI dengan Pengguna yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban masing-masing pihak.
- Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri yang selanjutnya disebut dengan KTKLN adalah kartu identitas bagi TKI yang memenuhi persyaratan dan prosedur untuk bekerja di luar negeri.
- Visa Kerja adalah izin tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang pada perwakilan suatu negara yang memuat persetujuan untuk masuk dan melakukan pekerjaan di negara yang bersangkutan.
- Surat Izin Pelaksana Penempatan TKI yang selanjutnya disebut SIPPTKI adalah izin tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Perusahaan yang akan menjadi pelaksana penempatan TKI swasta.
- Surat Izin Pengerahan yang selanjutnya disebut SIP adalah izin yang diberikan Pemerintah kepada pelaksana penempatan TKI swasta untuk merekrut calon TKI dari daerah tertentu untuk jabatan tertentu, dan untuk dipekerjakan kepada calon Pengguna tertentu dalam jangka waktu tertentu.
- Orang adalah pihak orang perseorangan atau badan hukum.
- Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indoensia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri.
- Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Pasal 2
Pasal 3
a. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawai; b. menjamin dan melindungi calon TKI/TKI sejak di dalam negari, di negara tujuan, sampai kembali ke tempat asal di Indonesia;
c. meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya.
Pasal 4
BAB II
TUGAS, TANGGUNG JAWAB, DAN KEWAJIBAN PEMERINTAH
Pasal 5
- Pemerintah bertugas mengatur, membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.
- Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat melimpahkan sebagi wewenangnya dan /atau tugas perbantuan kepada pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 6
Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan upaya perlindungan TKI di luar negeri.
Pasal 7
a. menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang bersangkutan berangkat melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri;
b. mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI;
c. membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri; d. melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI
secara optimal di negara tujuan; dan
e. memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelumnya pemberangkatan, masa penempatan,dan masa purna penempatan.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN TKI Pasal 8
a. bekerja di luar negeri;
b. memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI di
luar negeri;
c. memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri;
d. memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinannya serta kesempatan untuk menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya.
e. memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan.
f. memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan;
g. memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang- undangan atas
tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang- undangan selama penempatan di luar negeri;
h. memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan TKI ke tempat asal;
i. memperoleh naskah perjanjian kerja yang asli.
Setiap calon TKI/TKI mempunyai kewajiban untuk :
a. mentaati peraturan perundang-undangan baik di dalam negeri maupun di negara tujuan; b. menaati dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian kerja;
c. membayar biaya pelayanan penempatan TKI di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang undangan;
dan
d. memberitahukan atau melaporkan kedatangan keberadaan dan kepulangan TKI kepada Perwakilan
a. mentaati peraturan perundang-undangan baik di dalam negeri maupun di negara tujuan; b. menaati dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian kerja;
c. membayar biaya pelayanan penempatan TKI di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang undangan;
dan
d. memberitahukan atau melaporkan kedatangan keberadaan dan kepulangan TKI kepada Perwakilan
Republik Indonesia di negara tujuan.
BAB IV
PELAKSANAAN PENEMPATAN TKI DI LUAR NEGERI Pasal 10
a. Pemerintah;
b. Pelaksanaan penempatan TKI swasta.
Pasal 11
- Penempatan TKI di luar negeri oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, hanya dapat dilakukan atas dasar perjanjian secara tertulis antara Pemerintah dengan pemerintah negara Pengguna TKI atau Pengguna berbadan hukum di negara tujuan.
- Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan penempatan TKI oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Pasal 13
- Untuk dapat memperoleh SIPPTKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, pelaksana penempatan TKI swasta harus memenuhi persyaratan :
perundangan-undangan;
b. memiliki modal disetor yang tercantum dalam akta pendirian
perusahaan, sekurang-kurangnya
sebesar Rp.3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah)
c. menyetor uang kepada bank sebagai jaminan dalam bentuk deposito sebesar Rp.500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah) pada bank pemerintah;
d. memiliki rencana kerja penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri sekurang- kurangnya
untuk kurun waktu 3 (tiga) tahun berjalan;
e. memiliki unit pelatihan kerja; dan
f. memiliki sarana dan prasarana pelayanan penempatan TKI
.2. Sesuai dengan perkembangan keadaan, besarnya modal disetor sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dan jaminan dalam bentuk deposito sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dapat
ditinjau kembali dan diubah dengan Peraturan Menteri.
3. Ketentuan mengenai penyusunan rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dan
bentuk serta standar yang harus dipenuhi untuk sarana dan prasarana pelayanan penempatan TKI
sebagaimana dimaksud pad ayat (1) huruf f, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
b. telah melaksanakan penempatan sekurang-kurangnya 75% (tujuh puluh lima persen) dari
rencana penempatan pada waktu memperoleh SIPPTKI;
c. masih memiliki sarana dan prasarana yang sesuai dengan standar yang ditetapkan;
d. memiliki neraca keuangan selama 2 (dua) tahun terakhir tidak mengalami kerugian yang diaudit
akutansi publik; dan
e. tidak dalam kondisi diskors.
Tata cara pemberian dan perpanjangan SIPPTKI sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 diatur dengan Peraturan Menteri.
sebesar Rp.3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah)
c. menyetor uang kepada bank sebagai jaminan dalam bentuk deposito sebesar Rp.500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah) pada bank pemerintah;
d. memiliki rencana kerja penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri sekurang- kurangnya
untuk kurun waktu 3 (tiga) tahun berjalan;
e. memiliki unit pelatihan kerja; dan
f. memiliki sarana dan prasarana pelayanan penempatan TKI
.2. Sesuai dengan perkembangan keadaan, besarnya modal disetor sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dan jaminan dalam bentuk deposito sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dapat
ditinjau kembali dan diubah dengan Peraturan Menteri.
3. Ketentuan mengenai penyusunan rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dan
bentuk serta standar yang harus dipenuhi untuk sarana dan prasarana pelayanan penempatan TKI
sebagaimana dimaksud pad ayat (1) huruf f, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 14
- Izin untuk melaksanakan penempatan TKI di luar negeri diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang setiap 5 (lima) tahun sekali;
- Perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada pelaksana penempatan TKI swasta selain harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
b. telah melaksanakan penempatan sekurang-kurangnya 75% (tujuh puluh lima persen) dari
rencana penempatan pada waktu memperoleh SIPPTKI;
c. masih memiliki sarana dan prasarana yang sesuai dengan standar yang ditetapkan;
d. memiliki neraca keuangan selama 2 (dua) tahun terakhir tidak mengalami kerugian yang diaudit
akutansi publik; dan
e. tidak dalam kondisi diskors.
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
- Pelaksanaan penempatan TKI swasta wajib menambah biaya keperluan penyelesaian perselisihan atau sengketa calon TKI/TKI apabila deposito yang digunakan tidak mencukupi.
- Pemerintah mengembalikan deposito kepada pelaksanan penempatan TKI swasta apabila masa berlaku SIPPTKI telah berakhir dan tidak diperpanjang lagi atau SIPPTKI dicabut.
- Ketentuan mengenai penyetoran, penggunaan, pencairan, dan pengembalian deposito sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan menteri.
Pasal 18
- Menteri dapat mencabut SIPPTKI apabila pelaksana penempatan TKI swasta :
a. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, atau
b. tidak melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya dan/atau
melanggar larangandalam penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri yang diatur dalam undang-undang
ini.
2. Pencabutan SIPPTKI oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak mengurangi
tanggung jawab pelaksana penempatan TKI swasta terhadap TKI yang telah ditempatkan dan masih
berada diluar negeri.
3. Tata cara pencabutan SIPPTKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 19
Pelaksanaan penempatan TKI swasta dilarang mengalihkan atau memindahtangankan
SIPPTKI kepada pihak lain.
Pasal 20
- Untuk mewakili kepentingannya, pelaksana penempatan TKI swasta wajib mempunyai perwakilan di negara TKI ditempatkan.
- Perwakilan pelaksana penempatan TKI swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus berbadan hukum yang dibentuk berdasarkan hukum yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan di negara tujuan.
Pasal 21
- Pelaksana penempatan TKI swasta dapat membentuk kantor cabang di daerah diluar wilayah domisili kantor pusatnya.
- Kegiatan yang dilakukan oleh kantor cabang pelaksana penempatan TKI swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi tanggung jawab kantor pusat pelaksana penampatan TKI swasta.
- Ketentuan mengenai tata cara pembentukan kantor cabang pelaksana penempatan TKI swata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 22
Pelaksana penempatan TKI swasta hanya dapat memberikan kewenangan kepada kantor cabang untuk :a. melakukan penyuluhan dan pendataan calon TKI;
b. melakukan pendaftaran dan seleksi calon TKI;
c. menyelesaikan kasus calon TKI/TKI pada pra atau purna penempatan; dan
d. menandatangani perjanjian penempatan dengan calon TKI atas nama pelaksana
Penempatan TKI swasta.
Pasal 23
Seluruh kegiatan yang dilakukan oleh kantor cabang pelaksana
penempatan TKI swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, menjadi
tanggungjawab kantor pusat pelaksana penempatan TKI swasta.
Pasal 24
(1) Penempatan TKI pada Pengguna perseorangan harus melalui Mitra Usaha di negara tujuan(2) Mitra Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbentuk badan hukum yang
didirikan sesuai dengan peraturan perundangan di negara tujuan.
Pasal 25
- Perwakilan Republik Indonesia melakukan penilaian terhadap Mitra Usaha danPengguna sebagaimana dimaksud dalam pasal 24.
- Hasil penilaian terhadap Mitra Usaha dan Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pertimbangan Perwakilan Republik Indonesia dalam memberikan persetujuan atas dokumen yang dipersyaratkan dalam penempatan TKI di luar negeri.
- Berdasarkan hasil penilaian terhadap Mitra Usaha dan Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perwakilan Republik Indonesia menetapkan Mitra Usaha dan Pengguna yang bermasalah dalam daftar Mitra Usaha dan Pengguna bermasalah.
- Pemerintah mengumumkan daftar Mitra Usaha dan Pengguna bermasalah secara periodik setiap 3 (tiga) bulan.
- Ketentuan mengenai tata cara penilaian dan penetapan Mitra Usaha dan Pengguna baik bermasalah maupun tidak bermasalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 26
- Selain oleh Pemerintah dan pelaksana penempatan TKI swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, perusahaan dapat menempatkan TKI di luar negeri, untuk kepentingan perusahaan sendiri atas izin tertulis dari Menteri.
- Penempatan TKI di luar negeri untuk kepentingan perusahaan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan :
b. TKI yang ditempatkan merupakan pekerja perusahaan itu sendiri
c. perusahaan memiliki bukti hubungan kepemilikan atau perjanjian pekerja yang diketahui oleh Perwakilan
Republik Indonesia.
d. TKI telah memiliki perjanjian kerja.
e. TKI telah di kutsertakan dalam program jaminan sosial tenaga kerja dan/atau memiliki polis asuransi; dan
f. TKI yang ditempatkan wajib memiliki KTKLN.
3. Ketentuan mengenai penempatan TKI di luar negeri untuk kepentingan perusahaan sendiri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
BAB V
TATA CARA PENEMPATAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 27
- Penempatan TKI di luar negeri hanya dapat dilakukan ke negara tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan Pemerintah Republik Indonesia atau tenaga kerja asing.
- Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau pertimbangan keamana Pemerintah menetapkan negara-negara tertentu tertutup bagi penempatan TKI dengan Peraturan Menteri.
Pasal 28
Penempatan TKI pada pekerjaan dan jabatan tertentu diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 29
- Penempatan calon TKI/TKI di luar negeri diarahkan pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, ketrampilan, bakat, minat dan kemampuan.
- Penempatan calon TKI/TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak azazi manusia, perlindungan hukum, pemerataan kesempatan kerja, dan ketersediaan tenaga kerja dengan mengutamakan kepentingan nasional.
Pasal 30
Bagian Kedua
Pra Penempatan TKI Pasal 31
a. pengurusan SIP;
b. perekrutan dan seleksi;
c. pendidikan dan pelatihan kerja;
d. pemeriksaan kesehatan dan psikologi;
e. pengurusan dokumen;
f. uji kompetensi;
g. pembekalan akhir pemberangkatan (PAP); dan h. pemberangkatan.
c. pendidikan dan pelatihan kerja;
d. pemeriksaan kesehatan dan psikologi;
e. pengurusan dokumen;
f. uji kompetensi;
g. pembekalan akhir pemberangkatan (PAP); dan h. pemberangkatan.
Paragraf 1
Surat Izin Pengerahan
Pasal 32
- Pelaksana penempatan TKI swasta yang akan melakukan perekrutan wajib memiliki SIP dari Menteri.
- a. perjanjian kerjasama penempatan;b. surat permintaan TKI dari Pengguna; c. rancangan perjanjian penempatan; dan d. rancangan perjanjian kerja.
- Surat permintaan TKI dari Pengguna perjanjian kerja sama penempatan , dan rancangan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d harus memperoleh persetujuan dari pejabat yang berwenang pada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.
- Tata cara penerbitan SIP diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 33
Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang mengalihkan atau memindahkan
SIP kepada pihak lain untuk melakukan perekrutan calon TKI.
Paragraf 2
Perekrutan dan Seleksi
Pasal 34
- Proses perekrutan didahuli dengan memberikan informasi kepada calon TKI sekurang- kurangnya tentang :a. tata cara perekrutan; b. dokumen yang diperlukan; c. hak dan kewajiban calon TKI/TKI; d. situasi, kondisi, dan resiko di negara tujuan; dan e. tata cara perlindungan bagi TKI.
- Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara lengkap dan benar.
- Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), wajib mendapatkan persetujuan dari instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan dan disampaikan oleh pelaksana penempatan TKI swasta.
Pasal 35
Perekrutan calon TKI oleh pelaksana penempatan TKI swasta wajib dilakukan terhadap calon TKI yang telah memenuhi persyaratan :a. berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun kecuali bagi calon TKI yang akan dipekerjakan
pada Pengguna perseorangan sekurang-kurangnya berusia 21 (dua puluh satu) tahun;
b. sehat jasmani dan rohani;
c. tidak dalam keadaan hamil bagi calon tenaga kerja perempuan; dan
d. berpendidikan sekurang-kurangnya lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
atau yang sederajat.
Pasal 36
- Pencari kerja yang berminat bekerja ke luar negeri harus terdaftar pada instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
- Pendaftaran pencari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri
Pasal 37
Pasal 38
- Pelaksana Penempatan TKI swasta membuat dan mendatangani perjanjian penempatan dengan pencari kerja yang telah dinyatakan memenuhi persyaratan administrasi dalam proses perekrutan.
- Perjanjian penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketahui oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota.
Pasal 39
Segala biaya yang diperlukan dalam kegiatan perekrutan calon
TKI dibebankan dan menjadi tanggung jawab pelaksana TKI swasta.
Pasal 40
Ketentuan mengenai tata cara perekrutan calon TKI, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Menteri.
Paragraf 3
Pendidikan dan Pelatihan Kerja
Pasal 41
- Calon TKI wajib memiliki sertfikat kompetensi kerja sesuai dengan persyaratan jabatan:
- Dalam hal TKI belum memiliki kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Pasal 42
- Calon TKI berhak mendapat pendidikan dan pelatihan kerja sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan.
- Pendidikan dan pelatihan kerja bagi calon TKI sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk :
b. memberi pengetahuan dan pemahaman tentang situasi, kondisi, adat istiadat, budaya agama, dan risiko
bekerja di luar negeri;
c. membekali kemampuan berkomunikasi dalam bahas negara tujuan; dan
d. memberi pengetahuan dan pemahaman tentang hak dan kewajiban calon TKI/TKI
Pasal 43
- Pendidikan dan pelatihan kerja dilaksanakan oleh pelaksana penempatan tenaga kerja swasta atau lembaga pelatihan kerja yang telah memenuhi persyaratan.
- Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan kerja.
Pasal 44
Calon TKI memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti
pendidikan dan pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pendidikan
dan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, dalam bentuk
sertifikat kompetensi dari lembaga pendidikan dan pelatihan yang telah
terakreditasi oleh instansi yang berwenang apabila lulus dalam
sertifikasi kompetensi kerja.
Pasal 45
Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak lulus dalam uji kompetensi kerja.
Pasal 46
Calon TKI yang sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan silarang untuk dipekerjakan.
Pasal 47
Ketentuan mengenai pendidikan dan pelatihan kerja diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Menteri.
Paragraf 4
Pemeriksaan Kesehatan dan Psikologi
Pasal 48
Pasal 49
- Setiap calon TKI harus mengikuti pemeriksaan kesehatan dan psikologi yang diselenggarakan oleh sarana kesehatan dan lembaga yang menyelenggarakan pemeriksaan psikologi yang ditunjuk oleh Pemerintah.
- Ketentuan mengenai penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan dan psikologi bagi calon TKI dan penunjukan sarana kesehatan dan lembaga yang menyelenggarakan pemeriksaan psikologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 50
Pelaksana penempatatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan psikologi.
Paragraf 5
Pengurusan Dokumen
Pasal 51
a. Kartu Tanda Penduduk, Ijazah pendidikan terakhir, akte kelahiran atau surat keterangan kenal lahir;
b. surat keterangan status perkawinan bagi yang telah menikah melampirkan copy buku nikah;
c. surat keterangan izin suami atau istri, izin orang tua, atau izin wali;
d. sertifikat kompetensi kerja;
e. surat keterangan sehat berdasarkan hasil hasil pemeriksaan kesehatan dan psikologi; f paspor yang diterbitkan oleh Kantor Imigrasi setempat;
g. visa kerja;
h. perjanjian penempatan kerja;
i perjanjian kerja, dan j KTKLN.
Pasal 52
- Perjanjian penempatan TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf h dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh calon TKI dan pelaksana penempatan TKI swasta setelah calon TKI yang bersangkutan terpilih dalam perekrutan.
- Perjanjian penempatan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang- kurangnya memuat :
b. nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, dan alamat calon TKI;
c. nama dan alamat calon Pengguna.
d. hak dan kewajiban para pihak dalam rangka penempatan TKI di luar negeri yang harus sesuai dengan
kesepakatan dan syarat-syarat yang ditentukan oleh calon Pengguna tercantum dalam perjanjian
kerjasama penempatan.
e. jabatan dan jenis pekerjaan calon TKI sesuai permintaan pengguna
f. jaminan pelaksana penempatan TKI swasta kepada calon TKI dalam hal ini
Pengguna tidak memenuhi kewajibannya kepada TKI sesuai perjanjian kerja; g waktu keberangkatan calon TKI;
h. hanya penempatan yang harus ditanggung oleh calon TKI dan cara pembayarannya;
i. tanggung jawab pengurusan penyelesaian musibah;
j. akibat atas terjadinya pelanggaran perjanjian penempatan TKI oleh salah satu pihak, dan
k. tanda tangan para pihak dalam perjanjian penempatan TKI.
3. Ketentuan dalam perjanjian penempatan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
4. Perjanjian penempatan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat sekurang-
kurangnya rangkap 2 (dua) dengan bermeterai cukup dan masing-masing pihak mendapat 1 (satu)
perjanjian penempatan TKI yang mempunyai kekuatan hukum yang sama.
Perjanjian penempatan TKI tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.
i. tanggung jawab pengurusan penyelesaian musibah;
j. akibat atas terjadinya pelanggaran perjanjian penempatan TKI oleh salah satu pihak, dan
k. tanda tangan para pihak dalam perjanjian penempatan TKI.
3. Ketentuan dalam perjanjian penempatan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
4. Perjanjian penempatan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat sekurang-
kurangnya rangkap 2 (dua) dengan bermeterai cukup dan masing-masing pihak mendapat 1 (satu)
perjanjian penempatan TKI yang mempunyai kekuatan hukum yang sama.
Pasal 53
Pasal 54
- Pelaksana penempatan TKI swasta wajib melaporkan setiap perjanjian penempatan TKI kepada instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
- Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan melampirkan copy atau salinan perjanjian penempatan TKI.
Bagian Ketiga
Perjanjian Kerja
Pasal 55
- Hubungan kerja antara Pengguna dan TKI terjadi setelah perjanjian kerja disepakati dan ditandatangi oleh para pihak.
- Setiap TKI wajib menandatangani perjanjian kerja sebelum TKI yang bersangkutan diberangkatkan ke luar negeri.
- Perjanjian kerja ditanda tangani di hadapan pejabat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
- Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disiapkan oleh pelaksana penempatan TKI swasta.
- Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), sekurang- kurangnya memuat :
a. nama dan alamat pengguna;
b. nama dan alamat TKI;
c jabatan dan jenis pekerjaan TKI;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. kondisi dan syarat kerja yang meliputi jan kerja upah dan tata cara pembayaran, baik cuti dan waktu
istirahat, fasilitas dan jaminan sosial; dan
f. jangka waktu perpanjangan kerja.
b. nama dan alamat TKI;
c jabatan dan jenis pekerjaan TKI;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. kondisi dan syarat kerja yang meliputi jan kerja upah dan tata cara pembayaran, baik cuti dan waktu
istirahat, fasilitas dan jaminan sosial; dan
f. jangka waktu perpanjangan kerja.
Pasal 56
- Perjanjian kerja dibuat untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.
- Dikecualikan dari ketentuan jangka waktu perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jabatan atau jenis pekerjaan tertentu.
- Ketentuan mengenai jabatan atau jenis pekerjaan tertentu yang dikecualikan dari jangka waktu perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri.
Pasal 57
- Perpanjangan jangka waktu perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1), dapat dilakukan oleh TKI yang bersangkutan atau melalui pelaksana penempatan TKI swasta.
- Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disepakati oleh para pihak sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sebelum perjanjian kerja pertama berakhir.
Pasal 58
- Perjanjian kerja dan jangka waktu perpanjangan perjanjian kerja wajib mendapat persetujuan dari pejabat berwenang pada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.
- Pengurusan untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pelaksana penempatan TKI swasta.
- Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh persetujuan perjanjian kerja dan perpanjangan jangka waktu perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
TKI yang bekerja pada Pengguna perseorangan yang telah berakhir
perjanjian kerjanya dan akan memperpanjang perjanjian kerja TKI yang
bersangkutan harus pulang terlebih dahulu ke Indonesia.
Dalam hal perpanjangan dilakukan sendiri oleh TKI yang bersangkutan,
maka pelaksana penempatan TKI swasta tidak bertanggung jawab atas risiko
yang menimpa TKI dalam masa perpanjangan perjanjian kerja.
Bagi TKI yang bekerja pada Pengguna perseorangan, apabila selama masa
berlakunya perjanjian kerja terjadi perubahan jabatan atau jenis
pekerjaan, atau pindah Pengguna, maka perwakilan pelaksana penempatan
TKI swasta wajib mengurus perubahan perjanjian kerja dengan membuat
perjanjian kerja baru dan melaporkan kepada Perwakilan Republik
Indonesia.
b. telah mengikuti Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP); dan c. telah di kutsertakan dalam
perlindungan program asuransi.
2. Ketentuan mengenai bentuk, persyaratan, dan tata cara memperoleh KTKLN diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 60
Pasal 61
Pasal 62
- Setiap TKI yang ditempatkan di luar negeri, wajib memiliki dokumen KTKLN yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
- KTKLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai kartu identitas TKI selama masa penempatan TKI di negara tujuan.
Pasal 63
- KTKLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 hanya dapat diberikan apabila TKI yang bersangkutan :
b. telah mengikuti Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP); dan c. telah di kutsertakan dalam
perlindungan program asuransi.
2. Ketentuan mengenai bentuk, persyaratan, dan tata cara memperoleh KTKLN diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 64
Pelaksana penempatan TKI swasta dilarang menempatkan calon TKI yang tidak memiliki KTKLN
Palaksana penempatan TKI swasta bertanggung jawab atas kelengkapan dokumen penampatan yang diperlukan.
Pemerintah wajib menyediakan pos-pos pelayanan di pelabuhan
pemberangkatan dan pemulangan TKI yang dilengkapi fasilitas yang
memenuhi syarat.
Pasal 66
Pasal 67
- Pelaksana penempatan TKI swasta wajib memberangkatkan TKI ke luar negeri yang telah memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sesuai dengan perjanjian penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2).
- Pelaksana penempatan TKI swasta wajib melaporkan setiap keberangkatan calon TKI kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.
- Pemberangkatan TKI ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui tempat pemeriksaan imigrasi yang terdekat.
Pasal 68
- Pelaksana penempatan TKI swasta wajib menginstruksikan TKI yang diberangkatkan ke luar negeri dalam program asuransi.
- Jenis program asuransi yang wajib diikuti oleh TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Pasal 69
- Pelaksana penempatan TKI swasta wajib mengikutsertakan TKI yang akan diberangkatkan ke luar negeri dalam pembekalan akhir pemberangkatan.
- Pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) dimaksudkan untuk memberikan pemahaman pendalaman terhadap : a. peraturan perundang-undangan di negara tujuan; dan b. materi perjanjian kerja.
- Pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) menjadi tanggung jawab Pemerintah.
- Ketentuan mengenai pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Masa Tunggu di Penampungan
Pasal 70
- Pelaksana penempatan TKI swasta dapat menampung calon TKI sebelum pemberangkatan
- Lamanya penampungan disesuaikan dengan jabatan dan/atau jenis pekerjaan yang akan dilakukan di negara tujuan
- Selama masa penampungan, pelaksana penempatan TKI swasta wajib memperlaku- kan calon TKI secara wajar dan manusiawi
- Ketentuan mengenai standar tempat penampungan dan lamanya penampungan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Bagian Kelima
Masa Penempatan
Pasal 71
- Setiap TKI wajib melaporkan kedatangannya kepada Perwakilan Republik Indonesia di negera tujuan.
- Kewajiban untuk melaporkan kedatangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi TKI yang bekerja pada Pengguna Perseorangan dilakukan oleh pelaksana penempatan TKI swasta.
Pasal 72
Bagian Keenam
Purna Penempatan
Pasal 73
- Kepulangan TKI terjadi karena :
b. pemutusan hubungan kerja sebelum masa perjanjian kerja berakhir;
c. terjadi perang, bencana alam, atau wabah penyakit di negara tujuan;
d. mengalami kecelakaan kerja yang mengakibatkan tidak bisa menjalankan pekerjaannya
lagi;
e. meninggal dunia di negara tujuan;
f. cuti; atau
g. dideportasi oleh pemerintah setempat.
2. Dalam hal TKI meninggal dunia di negara tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, pelaksana penempatan TKI berkewajiban :
a. memberitahukan tentang kematian TKI kepada keluarganya paling lama 3 (tiga) kali 24 (dua
puluh empat) jam sejak diketahuinya kematian tersebut;
b. mencari informasi tentang sebab-sebab kematian dan memberikannya kepada pejabat
Perwakilan Republik Indonesia dan anggota keluarga TKI yang bersangkutan;
c. memulangkan jenazah TKI ke tempat asal dengan cara yang layak serta menanggung
semua biaya yang diperlukan, termasuk biaya penguburan sesuai dengan tata cara agama TKI
yang bersangkutan;
d. mengurus pemakaman di negara tujuan penempatan TKI atas persetujuan pihak keluarga TKI atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara yang bersangkutan;
e. memberikan perlindungan terhadap seluruh harta milik TKI untuk kepentingan anggota
keluarganya; dan
f. mengurus pemenuhan semua hak-hak TKI yang seharusnya diterima.
3. Dalam hal terjadi perang, bencana alam, wabah penyakit, dan deportasi sebagaimana dimasud pada
ayat (1) huruf c, dan huruf g, Perwakilan Republik Indonesia, Badan Nasional Penempatan kepulangan
TKI sampai ke daerah asal TKI.
f. cuti; atau
g. dideportasi oleh pemerintah setempat.
2. Dalam hal TKI meninggal dunia di negara tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, pelaksana penempatan TKI berkewajiban :
a. memberitahukan tentang kematian TKI kepada keluarganya paling lama 3 (tiga) kali 24 (dua
puluh empat) jam sejak diketahuinya kematian tersebut;
b. mencari informasi tentang sebab-sebab kematian dan memberikannya kepada pejabat
Perwakilan Republik Indonesia dan anggota keluarga TKI yang bersangkutan;
c. memulangkan jenazah TKI ke tempat asal dengan cara yang layak serta menanggung
semua biaya yang diperlukan, termasuk biaya penguburan sesuai dengan tata cara agama TKI
yang bersangkutan;
d. mengurus pemakaman di negara tujuan penempatan TKI atas persetujuan pihak keluarga TKI atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara yang bersangkutan;
e. memberikan perlindungan terhadap seluruh harta milik TKI untuk kepentingan anggota
keluarganya; dan
f. mengurus pemenuhan semua hak-hak TKI yang seharusnya diterima.
3. Dalam hal terjadi perang, bencana alam, wabah penyakit, dan deportasi sebagaimana dimasud pada
ayat (1) huruf c, dan huruf g, Perwakilan Republik Indonesia, Badan Nasional Penempatan kepulangan
TKI sampai ke daerah asal TKI.
Pasal 74
- Setiap TKI yang akan kembali ke Indonesia wajib melaporkan kepulangannya kepada Perwakilan Republik Indonesia negara tujuan.
- Pelaporan bagi TKI yang bekerja pada Pengguna perseorangan dilakukan oleh pelaksana penempatan TKI swasta.
Pasal 75
- Kepulangan TKI dari negara tujuan sampai tiba di daerah asal menjadi tanggung jawab pelaksana penempatan TKI.
- Pengurusan kepulangan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hal :
b. pemberian fasilitas kesehatan bagi TKI yang sakit dalam kepulangan; dan
c. pemberian upaya perlindungan terhadap TKI dari kemungkinan adanya tindakan
pihak-pihak lain yang tidak bertanggung jawab dan dapat merugikan TKI dalam
kepulangan.
3. Pemerintah dapat mengatur kepulangan TKI
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemulangan TKI sebagaiman dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
c. pemberian upaya perlindungan terhadap TKI dari kemungkinan adanya tindakan
pihak-pihak lain yang tidak bertanggung jawab dan dapat merugikan TKI dalam
kepulangan.
3. Pemerintah dapat mengatur kepulangan TKI
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemulangan TKI sebagaiman dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketujuh
Pembiayaan
Pasal 76
- Pelaksana penempatan TKI swasta hanya dapat membebankan biaya penempatan kepada calon TKI untuk komponen biaya : a. pengurusan dokumen jati diri; b. pemeriksaan kesehatan dan psikologi; dan c. pelatihan kerja dan sertifikasi kompetensi kerja.
- Biaya selain biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
- Komponen biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus transparan dan memenuhi asas akuntabilitas.
BAB VI PERLINDUNGAN TKI
Pasal 77
- Setiap calon TKI/TKI mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan mulai dari pra penempatan, masa penempatan, sampai dengan purna penempatan.
Pasal 78
- Perwakilan Republik Indonesia memberikan perlindungan terhadap TKI di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan internasional.
- Dalam rangka perlindungan TKI di luar negeri, Pemerintah dapat menetapkan jabatan Atase Ketenagakerjaan pada Perwakilan Republik Indonesia tertentu.
- Penugasan Atase Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 79
Pasal 80
- Dengan pertimbangan selama masa penempatan TKI di luar negeri dilaksanakan antara lain : a. pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di negara tujuan serta hukum dan kebiasaan internasional; b. pembelaan atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau peraturan perundang-undangan di negara TKI ditempatkan.
- Ketentuan mengenai pemberian perlindungan selama masa penempatan TKI di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 81
- Dengan pertimbangan untuk melindungi calon TKI/TKI, pemerataan kesempatan kerja dan/atau untuk kepentingan ketersediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan nasional, Pemerintah dapat menghentikan dan/atau melarang penempatan TKI di luar negeri untuk negara tertentu atau penempatan TKI pada jabatan – jabatan tertentu di luar negeri.
- Dalam menghentikan dan/atau melarang penempatan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah memperhatikan saran dan pertimbangan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI
- Ketentuan mengenai penghentian dan pelarangan penempatan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 82
Setiap calon TKI/TKI yang bekerja ke luar negeri baik secara
perseorangan maupun yang ditempatkan oleh pelaksana penempatan TKI
swasta wajib mengikuti program pembinaan dan perlindungan TKI.
Program pembinaan dan perlindungan TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pembinaan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86, dilakukan dalam bidang :
a. informasi;
b. sumber daya manusia; dan c. perlindungan TKI
Pasal 84
BAB VII PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Pasal 85
- Dalam hal terjadi sengketa antara TKI dengan pelaksana penempatan TKI swasta mengenai pelaksanaan perjanjian penempatan, maka kedua belah pihak mengupayakan penyelesaian secara damai dengan cara bermusyawarah.
- Dalam hal penyelesaian secara musyawarah tidak tercapai, maka salah satu atau kedua belah pihak dapat meminta bantuan instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota, Provinsi atau Pemerintah.
BAB VIII PEMBINAAN
Pasal 86
- Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berkenan dengan penyelenggaraan Penempatan danPerlindungan TKI di luar negeri.
- Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat mengikutsertakan pelaksana penempatan TKI swasta, organisasi dan /atau masyarakat.
- Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi.
Pasal 87
a. informasi;
b. sumber daya manusia; dan c. perlindungan TKI
Pembinaan oleh Pemerintah dalam bidang informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
87 huruf a, dilakukan dengan :
a. membentuk sistem dan jaringan informasi yang terpadu mengenai pasar kerja luar negeri yang dapat diakses secara meluas oleh masyarakat
b. memberikan informasi keseluruhan proses dan prosedur menganai penempatan TKI di luar negeri termasuk resiko bahaya yang mungkin terjadi selama masa penempatan TKI di luar negeri
Pembinaan oleh Pemerintah dalam bidang sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf b, dilakukan dengan :
a. meningkatkan kualitas keahlian dan/atau keterampilan kerja calon TKI/TKI yang akan ditempatkan di luar negeri termasuk kualitas kemampuan berkomunikasi dalam bahasa asing;
b. membentuk dan mengembangkan pelatihan kerja yang sesuai dengan standar dan persyaratan yang ditetapkan.
Pembinaan oleh Pemerintah dalam bidang perlindungan TKI sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 87 huruf c, dilakukan dengan :
a. memberikan bimbingan dan advokasi bagi TKI mulai dari pra penempatan, masa penempatan dan purna penempatan;
b. memfasilitasi penyelesaian perselisihan atau sengketa calon TKI/TKI dengan Pengguna dan/atau pelaksana penempatan TKI
c. Menyusun dan mengumumkan daftar Mitra Usaha dan Pengguna bermasalah secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
d. melakukan kerjasama internasional dalam rangka perlindungan TKI sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
a. membentuk sistem dan jaringan informasi yang terpadu mengenai pasar kerja luar negeri yang dapat diakses secara meluas oleh masyarakat
b. memberikan informasi keseluruhan proses dan prosedur menganai penempatan TKI di luar negeri termasuk resiko bahaya yang mungkin terjadi selama masa penempatan TKI di luar negeri
Pasal 89
a. meningkatkan kualitas keahlian dan/atau keterampilan kerja calon TKI/TKI yang akan ditempatkan di luar negeri termasuk kualitas kemampuan berkomunikasi dalam bahasa asing;
b. membentuk dan mengembangkan pelatihan kerja yang sesuai dengan standar dan persyaratan yang ditetapkan.
Pasal 90
a. memberikan bimbingan dan advokasi bagi TKI mulai dari pra penempatan, masa penempatan dan purna penempatan;
b. memfasilitasi penyelesaian perselisihan atau sengketa calon TKI/TKI dengan Pengguna dan/atau pelaksana penempatan TKI
c. Menyusun dan mengumumkan daftar Mitra Usaha dan Pengguna bermasalah secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
d. melakukan kerjasama internasional dalam rangka perlindungan TKI sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 91
- Pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang telah berjasa dalam pembinaan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.
- Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk piagam, uang, dan/atau bentuk lainnya.
BAB IX PENGAWASAN
Pasal 92
- Pengawasan terhadap penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
- Pengawasan terhadap penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri dilaksanakan oleh Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.
- Pelaksanaan pengawasan terhadap penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 93
- Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota wajib melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan terhadap pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri yang ada di daerahnya sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenangnya kepada Menteri.
- Ketentuan mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
BAB X BADAN NASIONAL
PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TKI
Pasal 94
- Untuk menjamin dan mempercepat terwujudnya tujuan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, diperlukan pelayanan dan tanggung jawab yang terpadu.
- Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI
- Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan lembaga pemerintah non departemen yang bertanggung jawab kepada Presiden yang berkedudukan di Ibukota Negara.
Pasal 95
- Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 mempunyai fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi.
- Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI bertugas : a. melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis antara Pemerintah dengan Pemerintah Negara Pengguna TKI atau Pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1); b. memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan mengenai @ dokumen; @ pembekalan akhir pemberangkatan (PAP); @ penyelesaian masalah; @ sumber-sumber pembiayaan; @ pemberangkatan sampai pemulangan; @ peningkatan kualitas calon TKI; @ informasi; @ kualitas pelaksana penempatan TKI; dan @ peningkatan kesejahteraan TKI dan keluarganya
Pasal 96
- Keanggotaan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI terdiri dari wakil- wakil instansi Pemerintah terkait.
- Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (2) dapat melibatkan tenaga-tenaga profesional
Pasal 9
Pasal 98
- Untuk kelancaran pelaksanaan pelayanan penempatan TKI, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI membentuk Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI di Ibukota Provinsi dan/atau tempat pemberangkatan TKI yang dianggap perlu
- Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan kemudahan pelayanan pemrosesan seluruh dokumen penempatan TKI.
- Pemberikan pelayanan pemrosesan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan bersama-sama dengan instansi yang terkait.
Pasal 99
- Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 berada di bawah danbertanggung jawab kepada Kepala Badan.
- Tata cara pembentukan dan susunan organisasi Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan.
BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 100
- Menteri menjatuhkan sanksi administratif atas pelanggaran terhadap ketentuan- ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), Pasal 20, Pasal 30, Pasal 32 ayat (1), Pasal 33, Pasal 34 ayat (3), Pasal 38 ayat (2), Pasal 54 ayat (1), Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 62 ayat (1), Pasal 67 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 69 ayat (1), Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73 ayat (2), Pasal 74, Pasal 76 ayat (1), Pasal 82, Pasal 83, atau Pasal 105.
- Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha penempatan TKI; c. pencabutan izin; d. pembatalan keberangkatan calon TKI; dan / atau, e. pemulangan TKI dari luar negeri dengan biaya sendiri
- Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
BAB XII PENYIDIKAN
Pasal 101
- Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, kepada Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di instansi Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukam penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
- Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang : a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan tentang tindak di bidang penempatan dan perlindungan TKI; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang penempatan dan perlindungan TKI; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang penempatan dan perlindungan TKI; d. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang penempatan dan perlindungan TKI; e. melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang penempatan dan perlindungan TKI; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang penempatan dan perlindungan TKI; g. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan tentang adanya tindak pidana di bidang penempatan dan perlindungan TKI.
- Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XIII KETENTUAN PIDANA
Pasal 102
- Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), setiap orang yang :
b. mengalihkan atau memindahtangankan SIP kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33;
c. melakukan perekrutan calon TKI yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35;
d. menempatkan TKI yang tidak lulus dalam uji kompetensi kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45;
e. menempatkan TKI tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan psikologi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50;
f. menempatkan calon TKI/TKI yang tidak memiliki dokumen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51;
g. menempatkan TKI di luar negeri tanpa perlindungan program asuransi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68; atau
h. memperlakukan calon TKI secara tidak wajar dan tidak manusiawi selama masa di
penampungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3)
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Pasal 24;
b. menempatkan TKI di luar negeri untuk kepentingan perusahaan sendiri tanpa izin tertulis dari
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1);
c. mempekerjakan calon TKI yang sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46;
d. menempatkan TKI di Luar Negeri yang tidak memiliki KTKLN sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 64; atau
e. tidak memberangkatkan TKI ke luar negeri yang telah memenuhi persyaratan
kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67.
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
Pasal 33;
c. melakukan perekrutan calon TKI yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35;
d. menempatkan TKI yang tidak lulus dalam uji kompetensi kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45;
e. menempatkan TKI tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan psikologi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50;
f. menempatkan calon TKI/TKI yang tidak memiliki dokumen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51;
g. menempatkan TKI di luar negeri tanpa perlindungan program asuransi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68; atau
h. memperlakukan calon TKI secara tidak wajar dan tidak manusiawi selama masa di
penampungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3)
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Pasal 104
- Dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), setiap orang yang :
Pasal 24;
b. menempatkan TKI di luar negeri untuk kepentingan perusahaan sendiri tanpa izin tertulis dari
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1);
c. mempekerjakan calon TKI yang sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46;
d. menempatkan TKI di Luar Negeri yang tidak memiliki KTKLN sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 64; atau
e. tidak memberangkatkan TKI ke luar negeri yang telah memenuhi persyaratan
kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67.
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
BAB XIV KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 105
- TKI yang bekerja di luar negeri secara perseorangan melapor pada instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan Perwakilan Republik Indonesia.
- Selain dokumen yang diperlukan untuk bekerja di luar negeri, TKI yang bekerja di luar negeri secara perseorangan harus memiliki KTKLN.
Pasal 106
- TKI yang bekerja di luar negeri secara perseorangan berhak untuk memperoleh perlindungan.
- Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Perwakilan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XV KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 107
- Pelaksana penempatan TKI swasta yang telah memiliki izin penempatan TKI di luar negeri sebelum berlakunya Undang-Undang ini wajib menyesuaikan persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang- Undang ini.
- Bagi pelaksana penempatan TKI swasta yang menempatkan TKI sebelum berlakunya Undang-Undang ini, maka jangka waktu penyesuaian terhitung mulai sejak Undang- Undang ini berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian kerja TKI terakhir yang ditempatkan sebelum berlakunya Undang-Undang ini.
- Apabila pelaksana penempatan TKI swasta dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menyesuaikan persyaratan-persyaratan yang diatur dalam Undang-undang ini, maka izin pelaksana penempatan TKI swasta yang bersamgkutan dicabut oleh Menteri.
Pasal 108
Pembentukan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) dilakukan dalam waktu
paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Oktober 2004
MENTERI NEGARA/
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 133